PM Kamboja, Selaku Ketua ASEAN, Kunjungi Myanmar
NAYPYITAW, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, mengunjungi Myanmar, berusaha untuk menghidupkan kembali inisiatif diplomatik untuk memulihkan perdamaian menyusul pengambilalihan (kudeta) militer hampir setahun lalu. Para kritikus berpendapat misinya hanya akan melegitimasi perebutan kekuasaan oleh tentara di Myanmar.
Video langsung di halaman Facebook resmi Hun Sen menunjukkan Hun Sen, kepala negara pertama yang mengunjungi Myanmar sejak militer merebut kekuasaan Februari lalu, disambut oleh pejabat senior Myanmar setelah kedatangannya di ibu kota Naypyitaw, hari Jumat (7/1). Media pemerintah Myanmar juga menyiarkan kedatangannya.
Dalam perannya sebagai ketua Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat ini, Hun Sen akan bertemu dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah Myanmar yang terpilih secara demokratis, pemerintah Aung San Suu Kyi, dan menjerumuskan negara itu ke konflik kekerasan dan bencana ekonomi.
Hun Sen sendiri adalah seorang pemimpin otoriter yang telah memegang kekuasaan selama 36 tahun dan mengekang ketat aktivitas politik di Kamboja.
Kamboja menjabat sebagai ketua bergilir Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Hun Sen berencana untuk bertemu dengan pemimpin Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing untuk mempromosikan rencana perdamaian lima poin untuk Myanmar yang didukung oleh ASEAN tahun lalu.
Hun Sen mengatakan pada hari Rabu di Phnom Penh bahwa dia tidak menetapkan prasyarat apapun sebelum kunjungannya. “Yang ingin saya sampaikan dalam pembicaraan itu tidak lain adalah lima poin, poin konsensus yang disepakati oleh semua negara anggota ASEAN,” katanya Rabu malam.
Tidak Boleh Bertemu Suu Kyi
April lalu, para pemimpin ASEAN sepakat dengan Min Aung Hlaing tentang peta jalan lima poin menuju penyelesaian damai, yang mencakup diakhirinya kekerasan dan dimulainya dialog politik antara semua pemangku kepentingan di Myanmar. Pemimpin Myanmar itu pada bulan Oktober dilarang menghadiri pertemuan ASEAN setelah utusan khusus ASEAN saat itu ditolsk bertemu dengan Suu Kyi dan tahanan politik lainnya.
Militer Myanmar mengatakan Hun Sen juga tidak akan diizinkan untuk bertemu dengan Suu Kyi, yang divonis pada Desember atas tuduhan penghasutan dan melanggar pembatasan virus Corona dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara, hukuman yang kemudian dipotong oleh Min Aung Hlaing menjadi dua tahun.
Kudeta militer mencegah partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi memulai masa jabatan kedua. Partai ini menang telak dalam pemilihan nasional pada November 2020 dan pemantau pemilihan independen tidak menemukan penyimpangan besar.
Langkah Min Aung Hlaing mematahkan 10 tahun kemajuan menuju demokrasi ketika tentara melonggarkan cengkeramannya pada kekuasaan setelah beberapa dekade pemerintahan militer yang represif.
Militer Myanmar memiliki sejarah panjang pertumpahan darah, termasuk kampanye brutal terhadap minoritas Muslim Rohingya. Perebutan kekuasaannya memprovokasi demonstrasi non kekerasan nasional, yang telah digagalkan oleh pasukan keamanan dengan kekuatan mematikan.
Militer baru-baru ini terlibat dalam penindasan kekerasan terhadap semua perbedaan pendapat, penghilangan, penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum. Mereka juga melancarkan serangan udara dan serangan darat terhadap kelompok pemberontak etnis bersenjata.
Pasukan keamanan telah membunuh sekitar 1.443 warga sipil, menurut penghitungan rinci oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Ketika tindakan keras menjadi lebih parah, perlawanan bersenjata telah tumbuh di dalam negeri.
Hun Sen didampingi oleh Wakil Perdana Menteri, Prak Sokhonn, utusan khusus ASEAN saat ini, dan para pemimpin tinggi Kamboja lainnya.
Hun Sen, yang telah mempertahankan kekuasaan dengan mengasingkan atau memenjarakan oposisi Kamboja, mungkin berharap kunjungannya akan meningkatkan citra internasionalnya yang ternoda.
Pemerintah Persatuan Nasional, sebuah kelompok oposisi bawah tanah Myanmar dan pemerintahan paralel, juga mendesak Hun Sen untuk menjauh. “Bertemu Min Aung Hlaing, berjabat tangan yang berlumuran darah. Itu tidak akan diterima,” kata Dr. Sasa, juru bicara kelompok yang menggunakan satu nama itu.
Presiden Indonesia, Joko Widodo, mengatakan pemimpin Myanmar akan terus dikeluarkan dari pertemuan ASEAN kecuali ada kemajuan. “Jika tidak ada kemajuan signifikan dalam implementasi konsensus lima poin, Myanmar hanya boleh diwakili di tingkat non politik di pertemuan ASEAN,” cuit Jokowi setelah berbicara dengan Hun Sen. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...