Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 08:22 WIB | Jumat, 20 November 2020

PM Thailand Ancam Ambil Tindakan Hukum pada Pemrotes

Demonstran bentrok dengan petugas polisi anti huru-hara selama protes anti pemerintah di Bangkok. (Foto: dok Reuters)

BANGKOK, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, akan menggunakan semua undang-undang yang ada untuk melawan pengunjuk rasa yang melanggar, karena demonstrasi terus meningkat menuntut dia mengundurkan diri dan reformasi dengan mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

Para aktivis menyuarakan keprihatinan bahwa pernyataan itu bisa berarti dimulainya kembali penuntutan di bawah beberapa undang-undang penghinaan kerajaan yang paling keras di dunia.

Protes adalah tantangan terbesar bagi Thailand selama bertahun-tahun dan telah melanggar tabu lama dengan mengkritik monarki, yang dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 15 tahun.

Pengumuman Prayuth dikeluarkan hari Kamis (19/11), sehari setelah ribuan pengunjuk rasa melemparkan cat ke markas polisi Thailand dalam tanggapan terhadap penggunaan meriam air dan gas air mata yang melukai puluhan orang pada hari Selasa, hari protes paling kejam sejak Juli. Beberapa pengunjuk rasa juga menyemprotkan grafiti anti monarki.

Pasal Penginaan terhadap Monarki

“Situasinya tidak membaik,” kata Prayuth dalam sebuah pernyataan. “Ada risiko eskalasi ke lebih banyak kekerasan. Jika tidak segera diatasi, maka dapat merusak negara dan monarki tercinta.

“Pemerintah akan meningkatkan tindakannya dan menggunakan semua hukum, semua pasal, untuk mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum.” Tidak disebutkan apakah ini termasuk Pasal 112 KUHP, yang melarang penghinaan terhadap monarki. Prayuth mengatakan awal tahun ini bahwa itu tidak digunakan untuk saat ini atas permintaan raja.

"Ini bisa berarti mereka menggunakan Pasal 112 untuk menangkap para pemimpin protes," kata aktivis Tanawat Wongchai di Twitter. “Apakah ini kompromi?”

Meskipun Istana belum mengomentari protes tersebut, raja baru-baru ini menyebut Thailand sebagai "tanah kompromi," sebuah frase yang telah ditanggapi dengan cemoohan oleh para pengunjuk rasa.

Marah dengan coretan anti-monarki pada demonstrasi hari Rabu, beberapa royalis menyerukan penerapan Pasal 112 dalam postingan di media sosial.

Lusinan pengunjuk rasa, termasuk banyak dari pemimpin paling terkemuka, telah ditangkap atas berbagai tuduhan dalam beberapa bulan terakhir, meskipun bukan karena mengkritik monarki.

Sebuah protes besar direncanakan digelar di Biro Properti Mahkota pada 25 November atas pengelolaan kekayaan istana, yang telah diambil oleh raja dalam kendali pribadinya. Dana tersebut bernilai puluhan miliar dolar. Para pengunjuk rasa mengatakan akan ada demonstrasi tujuh hari lagi setelah itu. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home