PM Thailand Bantah Militer Gunakan Software Mata-mata
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Perdana Menteri (PM) Thailand, Prayut Chan O Cha membantah militer Thailand menggunakan software mata-mata untuk memata-matai komputer warga dan perangkat telepon genggam pribadi menyusul laporan dari beberapa pembelian software tersebut dari sebuah perusahaan di Italia, Hacking Team Co.
"Terserah Anda apakah akan percaya kepada pembobol atau kelompok peretas semacam itu , tapi aku tahu bahwa Wikileaks telah menghadapi banyak tuntutan hukum. Saya dapat mengkonfirmasi bahwa tidak ada usaha untuk mengakses data pribadi secara ilegal. Jika Anda tidak melakukan kesalahan apapun, jangan khawatir," kata Prayut Chan O Cha, menurut berita.mediacorp.sg, Rabu (22/7).
Hacking Team Co menjabarkan fakta beberapa kliennya di Thailand antara lain – Biro Polisi Nasional, Tentara Kerajaan dan Departemen Koreksi – kemudian Hacking Team memberi nama ketiga instansi tersebut dengan Thailand Hacking Team.
Data Hacking Team Co menunjukkan banyak pelanggan perusahaan di seluruh dunia yang dilaporkan termasuk banyak pemerintah asing yang menggunakan jasa mereka.
Mengenai pemerintah Thailand, ada dilaporkan lebih dari 100 email Angkatan Darat yang diretas dan diduga berisi informasi tentang pengadaan software pengawasan.
Prayuth mengatakan dia tidak tahu tentang kebocoran data di mana Angkatan Darat Thailand diduga telah membeli perangkat lunak pada 2014 ketika ia masih sebagai kepala Angkatan Darat.
Arthit Suriyawongkul, Koordinator Thailand Netizen Network, menyarankan perangkat lunak pengawasan seperti itu seharusnya berguna untuk mencegah peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang, kemudian pencegahan transaksi pencucian uang, terorisme dan kegiatan ilegal lainnya untuk kepentingan publik – tetapi, menurut dia, pemerintah membutuhkan transparansi dalam menggunakan alat tersebut.
"Namun, track record Hacking Tim, yang menggunakan sistem remote control atau teknologi RCS, adalah kontroversial. Sebagai contoh, sebuah pengadilan di Korea Selatan memutuskan bahwa baru-baru ini para pejabat dari Badan Intelijen Nasional menggunakan produk ilegal ketika mereka memata-matai politisi oposisi , wartawan, aktivis sosial dan eksekutif bisnis tingkat atas tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan pengadilan,” kata dia.
“Namun, setelah teknologi RCS digunakan pada ponsel, ia akan terus mengirimkan data sehingga kita mungkin harus menemukan cara baru untuk membuat proses persetujuan pengadilan yang lebih efektif dan transparan. Saya pikir itu akan diterima jika perangkat lunak pengawasan seperti itu digunakan secara transparan untuk kepentingan publik. Orang-orang khawatir tentang pelanggaran privasi,” kata dia. (berita.mediacorp.sg)
Ikuti berita kami di Facebook
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...