Polisi Ungkap Perusahaan Pinjaman Ilegal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara mengungkap perusahaan pinjaman daring (online) ilegal yang beroperasi di wilayah Penjaringan.
"Kenapa ilegal? Karena tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas terhadap kegiatan-kegiatan keuangan," kata Kapolres Jakarta Utara Kombes Polisi Budhi Herdi di Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (23/12).
Perusahaan ilegal itu bernama PT VGA dan PT BR beralamat di Komplek Ruko Pluit Nomor 77-79, Jalan Pluit Indah Raya, Penjaringan, Jakarta Utara.
Sejumlah karyawan perusahaan itu juga melakukan tindak pidana lain, yakni melakukan pengancaman, penyebaran fitnah melalui sarana elektronik hingga tindak pidana perlindungan konsumen.
"Polisi menetapkan lima tersangka, tiga warga negara China dan dua warga negara Indonesia," kata Kapolres.
Selain itu polisi juga mengamankan barang bukti puluhan prosesor komputer dan laptop hingga ratusan nomor telepon dari berbagai operator seluler.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, KUHP pidana hingga Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukumannya masing-masing lima tahun penjara.
Mr Li seorang warga negara China sebagai pimpinan perusahaan, sementara DS dan AR merupakan warga negara Indonesia.
DS bertindak sebagai "desk collector" atau penagih utang yang mengancam korbannya dengan penyebaran fitnah ke orang-orang terdekat korban dan AR berperan sebagai supervisor.
"Kami masih memburu dua warga negara China lainnya," tegas Budhi.
Perusahaan ini telah melayani ratusan ribu nasabah se-Indonesia.
"Jumlah nasabahnya yang terdata untuk aplikasi cash-cash mencapai 17.560, sementara toko tunai mencapai 84.785," kata Budhi Herdi.
Kapolres menjelaskan jumlah pinjaman diberikan dibatasi minimal Rp500 ribu dan maksimal Rp2,5 juta.
"Bisa dibayangkan jika dirata-ratakan Rp2 juta per nasabah dalam sebulan, berapa omzet mereka," ujar Kapolres.
Pinjaman "online" ilegal itu tidak memberikan bunga di awal, tetapi adanya potongan administrasi di depan sebesar Rp300 ribu.
"Jika terlambat membayar, maka ada denda sebesar Rp50 ribu per hari," ungkap Kapolres.
Perusahaan fintech ilegal ini mempekerjakan 76 karyawan.
"Mereka sudah termasuk HRD, supervisor, hingga 'desk collector'-nya," kata Kapolres Budhi.
Kapolres menjelaskan para karyawan tersebut, selain mendapatkan gaji, juga mendapatkan bonus apabila mereka sukses mendapatkan data ataupun uang yang diambil dari nasabah.
Saat ini, status para karyawan itu sebagai saksi karena mereka bekerja berdasarkan perintah pimpinan. Namun pemeriksaan mendalam masih dilakukan terhadap para karyawan tersebut.
Modus kasus pinjaman daring (online) ilegal awalnya melalui link yang dikirim lewat pesan pendek secara acak.
"Mereka mengirimkan SMS ke beberapa nomor secara acak, dengan pesan ajakan atau tawaran untuk meminjam uang secara 'online' tanpa adanya agunan dan sebagainya," kata Budhi.
Selanjutnya, jika calon nasabah merasa tertarik, maka mereka akan mengunjungi atau mengklik link tersebut.
"Saat diklik, maka akan masuk ke aplikasi mereka. Nasabah akan diminta mengisi data pribadi, nomor KTP hingga NPWP," ungkap Kapolres.
Perusahaan itu juga membuat syarat dan ketentuan atau perjanjian kerja sama yang sangat merugikan konsumen.
Dalam perjanjiannya, konsumen membolehkan pihak perusahaan untuk mengambil data pribadi milik konsumen. Salah satunya daftar nomor telepon.
Data-data tersebut digunakan untuk melakukan tindakan manakala peminjam ternyata kemungkinan terlambat atau tidak melakukan pembayaran pada saat mereka tentukan waktunya.
Perusahaan itu bahkan tidak segan mengancam nasabah hingga menghubungi orang-orang yang berada di kontak telepon nasabah. (Ant)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...