Populasi Harimau Sumatera Masuki Tahap Kritis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penurunan populasi satwa langka di Asia sudah memasuki tahap kritis. Di Indonesia, jumlah harimau Sumatera hanya tersisa kurang dari 400 ekor, meski langkah pemerintah untuk menaikkan populasi harimau sudah dimulai sejak 2010 lalu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara berkala, lembaga konservasi lingkungan hidup World Wildlife Fund, WWF, memprediksi jumlah harimau Sumatera terus menurun. Tanda-tanda penurunan populasi harimau tampak di beberapa daerah di Sumatera, terutama di wilayah Riau.
Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF Indonesia, Sunarto, mengatakan populasi harimau di wilayah Riau utara dulu cukup padat. Namun, saat ini boleh dibilang tidak ada, kecuali di satu blok hutan yang relatif kecil di Senepis.
Kemudian di bagian selatan yang mengalami deforestasi sangat hebat, termasuk di daerah Tesso Nilo, populasi harimau yang ditemukan akhir-akhir ini sangat sedikit.
“Ini indikasi kuat bahwa harimau mengalami penurunan atau justru menghilang di tempat-tempat yang habitatnya rusak atau terfragmentasi,” kata Sunarto seperti yang dilansir dari bbc.com pada Kamis (5/2).
Perambahan Hutan
Penyebab penurunan populasi harimau di Sumatera, menurut Sunarto, cukup beragam. Namun, yang utama ialah perambahan hutan dan konversi lahan ke perkebunan sawit.
Hal ini diamini Rusmadya Maharuddin, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia. Khusus di Riau, menurutnya, perambahan hutan dan konversi lahan terjadi di Senepis, Rimbang Baling, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Laju deforestasi tersebut praktis menghancurkan habitat alami harimau dan satwa lainnya.
Soal deforestasi hutan pernah ditelaah mantan peneliti di Kementerian Kehutanan dan kini bekerja di Universitas Maryland, Amerika Serikat, Belinda Margono. Dia menyebutkan Indonesia mengalahkan angka deforestasi Brasil seluas 460.000 hektare, setahun setelah moratorium penebangan hutan diberlakukan. Namun, Kementerian Kehutanan mengatakan laju deforestasi jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian tersebut.
“Kalau kita lihat di Sumatera, hutannya hanya tersisa 25 persen hingga maksimum 27 persen. Kemudian populasi harimau di bawah 400 ekor. Ini dua angka yang saling terhubung,” kata Nyoman Iswarayoga, direktur WWF Indonesia.
Ulah pemburu
Selain perambahan hutan, perburuan juga memiliki dampak negatif bagi populasi harimau. Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF Indonesia, Sunarto, mengaku kerap menemukan jerat yang khusus digunakan memerangkap harimau. Lalu ada pula jerat untuk satwa mangsa harimau.
“Harimau itu unik dalam artian bobot hewan buruannya di atas 20 kilogram, seperti rusa, kijang, dan babi hutan. Kalau satwa-satwa itu semakin langka, harimau sulit untuk mendapat mangsa dan populasinya pun terancam,” kata Sunarto.
Penurunan populasi harimau di Sumatera, terutama di Riau, terjadi meski pemerintah telah mencanangkan upaya menaikkan jumlah hewan tersebut sejak 2010. Sebagai gambaran peliknya upaya tersebut, luas hutan di Riau mencapai ratusan ribu hektare yang harus dijaga segelintir petugas.
“Kita punya 426.000 hektare. Hutan di Rimbang Baling saja 90-an ribu hektare. Sedangkan jumlah polisi hutan tidak sebanding dengan luas kawasan,” kata Kamal Amas, kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau. (bbc.com)
Editor : Eben Ezer Siadari
Berjaya di Kota Jakarta Pusat, Paduan Suara SDK 1 PENABUR Be...
Jakarta, Satuharapan.com, Gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya Muhammad Mashabi Jakarta Pusat menjadi ...