Potensi Pelanggaran Pilkada Serentak 2015 Meningkat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Potensi pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 akan meningkat. Empat dari tujuh metode kampanye dalam pilkada serentak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga kandidat dapat menggunakan modal mereka untuk keperluan lain, bahkan untuk hal-hal yang dilarang oleh UU.
“ICW (Indonesia Corruption Watch) sendiri, melihat di pilkada ini justru potensi kecurangan pemilu akan sangat meningkat,” kata peneliti ICW, Almas Sjafrina, di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), Jakarta Pusat (9/11), seperti dikutip dari rumahpemilu.org.
Ia mengatakan, peningkatan tersebut disebabkan regulasi dalam pilkada serentak kali ini mengatur pilkada hanya akan dilakukan dalam satu putaran. Dengan kesempatan hanya satu kali, katanya, setiap kandidat akan melakukan segala cara untuk memenangkan pemilihan.
Potensi berikutnya datang dari modal yang dimiliki kandidat. Dengan ditanggungnya biaya kampanye oleh APBD, kandidat dalam pilkada serentak akan memiliki sisa modal berlebih untuk membiayai strategi pemenangan yang lain.
“Dan tidak menutup kemungkinan strategi-strategi itu juga ada yang dilarang oleh UU, seperti mobilisasi pemilih atau manipulasi pemilih,” katanya.
Dengan potensi yang demikian besar tersebut, diharapkan partisipasi masyarakat dalam hal pengawasan juga akan meningkat. “Ketika kita menyadari ada potensi kecurangan yang sangat besar, tentu harapan kita kepada partisipasi masyarakat ini sangat besar,” kata dia.
Masyarakat Bisa Melaporkan Penyelewengan Bansos
Sementara itu, hampir semua petahana kepala daerah, yang mencalonkan lagi di pilkada, meningkatkan anggaran bantuan sosial.
Konsolidasi masyarakat yang kuat memungkinkan melakukan pelaporan dan tindak lanjut hukum saat ditemukan penyelewengan bansos. Selain bentuk konsolidasi, lembaga swadaya masyarakat pun bisa mewakili masyarakat melaporkan penyelewengan bansos ke pengawas pemilu.
“Yang terjadi selama ini proses pelaporan dan tindak lanjutnya panjang dan sulit. Perlu konsolidasi masyarakat yang kuat dalam melakukan ini,” kata pegiat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, di Jakarta Selatan (9/11).
Fadli menjelaskan, modus dari penyelewengan dana bansos adalah memberikan ke beberapa lembaga yayasan, ormas, atau sengaja membentuk yayasan baru.
Hal ini, memang sulit dilakukan tanpa konsolidasi yang kuat dan kerja sama LSM dan wartawan, untuk bisa sampai dan diproses ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi di pemilihan gubernur, atau ke Panitia Pengawas Pemilu di pemilihan kabupaten/kota.
“Pengawas pemilu mempunyai Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), untuk menindaklanjuti pelaporan penyelewengan dana bansos ke penegak hukum,” kata Fadli.
Lebih lanjut, Fadli tak memungkiri selama ini penyelewengan dana bansos bisa ditindaklanjuti secara hukum, bukan dari pelaporan masyarakat. Tindaklanjutnya lebih disebabkan berfungsinya lembaga pemeriksa keuangan dan penegak hukum.
“Penyelewengan dana bansos ini kan cerita lama pilkada. Tapi tak banyak kepala daerah yang ditangkap, karena penyelewengan bansos. Kasus Gatot (Gatot Pujo Nugroho, gubernur nonaktif) di Sumut misalnya, bukan karena pelaporan masyarakat, tapi karena pelaporan BPK ke Kejaksaan Tinggi Medan, yang memangil Gatot terkait penyelewengan bansos. KPK mendapatkannya dari pengembangan kasus OC Kaligis, bahwa Gatot menyuap Pengadilan Tat Usaha negara (PTUN), untuk menghentikan pemanggilan Gatot oleh Kejaksaan Tinggi Medan,” kata Fadli.
Fadli menekankan, pelaporan masyarakat terhadap penyelewengan bansos tetap dilakukan sebagai upaya percepatan penegakan hukum. Jika bergantung pada lembaga pemeriksa keuangan, dan penegakan hukum, akan berjalan lama, sehingga pelanggar hukum memungkinkan mendapat posisi kepala daerah, dan berkemungkinan kembali menyewelengkan anggaran daerah dalam periode pemerintahannya.
Editor : Sotyati
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...