PP Muhammadiyah Tetapkan Idul Adha 23 September
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pimpinan Pusat Muhammadiyah hari Jumat (18/9) mengumumkan, hari raya Idul Adha 1436 Hijriah jatuh pada Rabu, 23 September 2015, sesuai Maklumat nomor 01/MLM/I.0/E/2015 tanggal 09 Rajab 1436 H / 28 April 2015, tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1436 Hijriyah. Pengumuman ini ditandatangani oleh Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti.
Isi maklumat tersebut, menegaskan kembali hasil hisab Zulhijah 1436 Hijriyah, sesuai hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai berikut: Ijtimak jelang Zulhijah 1436 H terjadi pada hari Ahad Kliwon, 13 September 2015 M pukul 13:43:35 WIB, Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta (φ = -07° 48' dan λ = 110° 21' BT) = +0° 25' 52" (hilal sudah wujud). Pada saat Matahari terbenam tanggal 13 September 2015 M (hari Ahad), di sebagian wilayah barat Indonesia hilal sudah wujud dan di sebagian wilayah timur Indonesia belum wujud. Dengan demikian, garis batas wujudul hilal melewati wilayah Indonesia dan membagi wilayah Indonesia menjadi dua bagian.
Berdasarkan hasil hisab tersebut maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan, tanggal 1 Zulhijah 1436 H jatuh pada hari Senin Legi, 14 September 2015 M, Hari Arafah (9 Zulhijah 1436 H) jatuh pada hari Selasa Wage, 22 September 2015 M, Idul Adha (10 Zulhijah 1436 H) jatuh pada hari Rabu Kliwon, 23 September 2015 M.
Sehubungan dengan hal tersebut kepada jajaran Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting Muhammadiyah untuk menyelenggarakan Shalat Idul Adha pada tanggal 23 September 2015. Dalam pelaksanaan Shalat Idul Adha hendaknya berkoordinasi dengan pihak yang berwenang, menjaga ketertiban, membina ukhuwah islamiah dan toleransi dengan sesama umat Islam yang merayakan Idul Adha pada hari yang berbeda.
Ia meminta, agar pemerintah dan pemerintah daerah beserta seluruh jajarannya, untuk memberikan kesempatan, memfasilitasi, dan memberikan jaminan keamanan bagi warga Muhammadiyah, dan kaum muslimin yang menunaikan shalat Idul Adha berbeda dengan pemerintah.
”Karena perbedaan ini sering, ini menyangkut konteks beragama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan ini murni karena ijtihad (upaya) dan cara kita menjalankan agama yang masih belum bisa kita cari titik temunya. (Kami) meminta kepada pemerintah dan seluruh pihak memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Muhammadiyah dan umat Islam yang melaksanakan Idul Adha pada tanggal 23 September atau pada hari Rabu," katanya.
PP Muhammadiyah juga menginstruksikan, kepada warga Muhammadiyah maupun jajaran pemimpin cabang dan ranting, dalam melaksanakan ibadah berkoordinasi dengan pihak berwenang, menjaga ketertiban, kerukunan dan toleransi kepada umat yang melaksanakan Idul Adha pada hari yang berbeda.
Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mengatakan, meskipun berbeda, PP Muhammadiyah tidak perlu meralat atau mengubah ketetapan hari Idul Adha tersebut.
"Banyak yang mendesak Muhammadiyah bisa nggak meralat keputusannya. Nah, saya katakan keputusan itu ditetapkan oleh Majelis Tarjih dengan metode yang sudah ditetapkan di tingkat Munas (Musyawarah Nasional). Dan Muhammadiyah tidak perlu mengubahnya karena Muhammadiyah tidak merasa salah metodenya," katanya.
"Yang perlu diluruskan adalah persepsi masyarakat umum yang mengira puasa Arafah itu puasa Wukuf, puasa yang dikaitkan dengan Wukuf (rangkaian dalam berhaji). Padahal Nabi Muhammad SAW itu wukuf hanya satu kali karena beliau berhaji satu kali."
Rahmad Wibowo dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menjelaskan ada perbedaan metode untuk menentukan awal bulan yaitu metode hisab dan rukyah. Dengan hisab akan mudah melakukan prediksi tanggal, karena bisa dihitung dengan rumusan yang pasti. Sedangkan rukyah (mengamati secara fisik untuk melihat awal bulan) tidak memberikan kepastian, karena dipengaruhi oleh banyak faktor ketika dilakukan pengamatan.
“Ketika berbeda metodenya antara hisab dan rukyah itu tidak bisa kita prediksi, karena rukyah momennya hanya satu kali saja. Misalnya untuk Dzulhijah yang bulan ini, Muhammadiyah berbeda dengan pemerinta Arab Saudi, ketahuan berbeda itu ketika di Arab Saudi itu sudah melakukan Rukyah," katanya.
"Lewat hisab kita bisa mengetahui posisi atau kawasan mana saja yang hilal (awal bulan) itu bisa terlihat, mustahil terlihat,kemudian bisa dilihat dengan optik sehingga kita bisa mengetahui dimana saja."
Menanggapi perbedaan pelaksanaan shalat Idul Adha, beberapa instansi pemerintah, termasuk Pemeringah Daerah Istimewa Yogyakarta hari Rabu (23/9), akan mengizinkan karyawan melaksanakan shalat Idul Adha namun mereka harus kembali ke kantor. Sedangkan libur tetap pada hari Kamis (24/9). (muhammadiyah.or.id/ voaindonesia.com)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...