Prabowo-Hatta Minta MK Batalkan Keputusan KPU
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan KPU terkait hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) dan Penetapan Presiden terpilih.
"Menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPUTAHUN 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden junto Keputusan KPU Nomor: 536/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014," kata salah satu Kuasa Hukum Prabowo-Hatta, Magdir Ismail, saat membacakan pokok permohonan dalam sidang sengketa Pilpres di MK Jakarta, Rabu (6/8).
Magdir mengatakan pihaknya meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar bahwa pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 67.139.153 suara (50,25 persen) dan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124 suara (49,74 persen).
Jika mahkamah berpendapat lain, kata Magdir, maka pihaknya meminta MK menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh TPS di Indonesia atau paling tidak MK memerintahkan KPU untuk melakukan PSU di 55.485 TPS bermasalah.
Menurut dia, kecurangan-kecurangan yang terjadi pada 55.485 TPS di seluruh Indonesia ini telah memunculkan suara bermasalah sebesar 22.543.811.
"Hal itu terjadi di seluruh provinsi se-Indonesia ditambah adanya aktivitas membuka kotak suara untuk diambil formulir A5, dan C7 oleh KPU," ungkap Magdir.
Pihak Prabowo meyatakan bahwa KPU selaku penyelenggara pemilu telah melakukan penyalahgunaan kewenangan dan juga meyakini selisih 8.421.389 suara terjadi karena adanya kesengajaan yang dilakukan oleh penyelenggara di tingkat bawah.
Untuk membuktikan adanya kesalahan dalam rekapitulasi suara, Maqdir mengungkapkan pihaknya siap menghadirkan bukti dokumen C1 di 52.000 TPS yang diperoleh sesuai aturan hukum dan etika berdemokrasi.
Tim Hukum Prabowo-Hatta ini juga mendalilkan adanya penggelembungan suara sebanyak 1,5 juta untuk pasangan nomor urut dua dan pengurangan 1,2 juta suara untuk pasangan nomor urut satu. Hal itu terjadi di 155.000 TPS.
Maqdir juga mengungkapkan kecurangan yang terstrukur, sistematis, dan massif yang dilakukan KPU terkait berubah-ubahnya keputusan KPU mengenai jumlah pemilih dalam DPT yang hingga tiga kali.
Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva menyatakan perlu disempurnakan sinkronisasi petitum dan posita, karena dalam posita meluas, namun di petitum tidak mencakup semuanya.
Sementara Anggota Majelis Hakim Fadlil Sumadi menilai permohonan tidak substansial dan fundamental.
"Permohonan untuk membantalkan keputusan KPU perlu argumentasi substasial dan fundamental. Apakah MK perlu memerintahkan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang?" kata Fadlil Sumadi.
Sedangkan hakim anggota lainnya lebih banyak mengomentari masalah teknis dan beberapa kesalahan penulisan dalam permohonan yang diajukan.
Untuk itu, Hamdan meminta pemohon untuk memperbaiki permohonannya dan sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada Jumat (8/8) mendatang. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...