Prancis Bentuk Lembaga Islam Baru untuk Atasi Ekstremisme
NICE, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Prancis pada hari Sabtu (5/2) melanjutkan upaya untuk membentuk kembali lembaga Islam di Prancis dan menyingkirkannya dari ekstremisme. Ini dengan memperkenalkan sebuah badan baru yang terdiri dari ulama dan orang awam, dan perempuan, untuk membantu memimpin komunitas Muslim terbesar di barat Eropa.
Prancis berdarah-darah oleh serangan ekstremis Islam di masa lalu, memiliki ratusan warga yang pergi berperang dengan jihadis di Suriah dalam beberapa tahun terakhir, dan ribuan tentara Prancis sekarang memerangi ekstremis di Afrika, dan hanya sedikit yang tidak setuju bahwa radikalisasi adalah bahaya.
Namun, para kritikus juga melihat upaya tersebut sebagai taktik politik untuk memikat pemilih sayap kanan ke partai sentris pimpinan Presiden Emmanuel Macron menjelang pemilihan presiden pada April mendatang.
Badan baru itu dinamai Forum Islam di Prancis, diperkenalkan hari Sabtu oleh Kementerian Dalam Negeri Prancis. Pendukung mengatakan itu akan menjaga negara, dan limajuta Muslimnya, aman dan bebas dari pengaruh asing. Forum itu untuk memastikan bahwa praktik Muslim di Prancis mematuhi nilai sekularisme yang dihargai negara itu dalam kehidupan publik.
Para pengkritiknya, termasuk banyak Muslim yang menganggap agama sebagai bagian dari identitas Prancis mereka, mengatakan inisiatif terbaru pemerintah adalah langkah lain dalam proses diskriminasi yang dilembagakan yang membuat seluruh komunitas bertanggung jawab atas serangan kekerasan terhadap beberapa orang dan berfungsi sebagai penghalang lain kehidupan mereka di depan umum.
Badan baru akan terdiri dari imam, tokoh berpengaruh dari masyarakat sipil, intelektual terkemuka dan pemimpin bisnis. Semua anggotanya dipilih langsung oleh pemerintah, dan perempuan akan menjadi setidaknya seperempat dari anggotanya, menurut laporan media Prancis.
Ini menggantikan Dewan Iman Muslim Prancis, sebuah kelompok yang dibentuk pada tahun 2003 oleh mantan Presiden Nicolas Sarkozy, yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Dewan berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan para pemimpin agama.
Dewan itu dibubarkan bulan ini oleh pemerintah Macron karena, menurut Menteri Dalam Negeri, Gerald Darmanin, tidak lagi memenuhi perannya dalam komunitas Muslim dan masyarakat Prancis, karena payah menghadapi serangan dalam beberapa tahun terakhir yang menewaskan ratusan orang.
“Kami ingin melancarkan revolusi dengan mengakhiri (pengaruh asing) terhadap Islam,” kata Darmanin dalam wawancara baru-baru ini dengan harian Le Parisien. “Islam bukan agama orang asing di Prancis, tetapi agama Prancis yang tidak boleh bergantung pada uang asing dan otoritas apa pun di luar negeri.”
Dalam proyeknya, Macron membayangkan langkah-langkah seperti melatih para imam di Prancis, bukanya membawa mereka dari Turki, Maroko atau Aljazair, sebuah rencana yang disetujui banyak komunitas Muslim.
Muslim terbagi atas tanggapan terhadap proyek tersebut. Beberapa orang percaya yang mengunjungi Masjid Agung Paris untuk salat Jumat dengan hati-hati menyambut gagasan itu, sementara yang lain khawatir itu terlalu jauh dalam mencoba mengendalikan iman mereka, atau mengatakan bahwa pemerintah telah memilih lembaga-lembaga Islam, tetapi tidak berani menyarankan perubahan seperti itu kepada lembaga-lembaga Kristen.
Umat ââMuslim di Prancis telah lama mengeluhkan stigmatisme dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari dipilih oleh polisi untuk pemeriksaan identitas hingga diskriminasi dalam pencarian pekerjaan. Setiap kali kekerasan ekstremis melanda, oleh penyerang kelahiran asing atau oleh pemuda kelahiran Prancis, Muslim Prancis sendiri dicurigai dan ditekan untuk mengecam kekerasan.
Islam adalah agama kedua di Prancis, tanpa pemimpin tunggal dan ada banyak aliran, dari moderat hingga Salafi dengan interpretasi agama yang ketat hingga pemula radikal.
Tahun lalu parlemen Prancis menyetujui undang-undang untuk memperkuat pengawasan masjid, sekolah, dan klub olah raga. Pemerintah mengatakan itu diperlukan untuk melindungi Prancis dari kelompok Islam radikal dan untuk mempromosikan penghormatan terhadap sekularisme dan hak-hak perempuan.
Undang-undang tersebut, yang menimbulkan kekhawatiran di beberapa bagian dunia Muslim, telah digunakan untuk menutup beberapa masjid dan kelompok masyarakat. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...