Prancis Larang Pelajar Kenakan Abaya dan Khamis Masuk Sekolah
PARIS, SATUHARAPAN.COM-Siswa Prancis tidak akan diizinkan melewati pintu ke sekolah dengan mengenakan jubah panjang, Presiden Emmanuel Macron menjelaskan pada hari Jumat (1/9), dengan mengatakan pihak berwenang akan “tegas” dalam menegakkan aturan baru ketika tahun ajaran baru dilanjutkan pekan depan.
Menteri Pendidikan Perancis, Gabriel Attal, mengumumkan pada konferensi pers empat hari lalu bahwa jubah yang dikenakan sebagian besar umat Islam, yang dikenal sebagai abaya untuk anak perempuan dan khamis untuk anak laki-laki dan laki-laki, akan dilarang pada awal tahun ajaran baru pada hari Senin (4/9).
Macron pertama kali membahas aturan berpakaian di depan umum setelah mengunjungi sekolah profesional di wilayah Vaucluse di Prancis selatan.
“Kami tahu akan ada kasus” di mana siswa menguji peraturan tersebut, kata presiden, termasuk siswa yang mencoba untuk “menentang sistem republik.” Macron mengatakan mereka tidak akan bisa masuk ke kelas, dan menekankannya, bahwa “kami akan keras kepala dalam membahas masalah ini.”
Menteri Pendidikan menggambarkan anak perempuan dan laki-laki yang mengenakan jubah tersebut di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas sebagai “pelanggaran terhadap sekularisme,” sebuah prinsip dasar bagi Prancis. Dia menuduh beberapa siswa menggunakan pakaian tradisional untuk mencoba mengganggu stabilitas sekolah.
Aturan baru ini menuai kritik yang tak terelakkan. Platform media sosial dibanjiri dengan kritik yang mengatakan bahwa pakaian longgar yang menutupi tubuh bukan merupakan tampilan agama yang mencolok dan tidak boleh dilarang di ruang kelas.
Kerangka pelarangan tersebut adalah undang-undang tahun 2004 yang bertujuan untuk melestarikan sekularisme di sekolah-sekolah negeri Prancis. Undang-undang tersebut melarang penggunaan jilbab bagi umat Muslim, namun juga berlaku pada salib besar umat Kristiani, kippa Yahudi, dan sorban besar yang dikenakan oleh umat Sikh.
RUU ini disahkan setelah berbulan-bulan penuh kehebohan dan perdebatan maraton di parlemen. Muslim mengklaim hal itu menstigmatisasi mereka. Undang-undang tersebut tidak berlaku bagi mahasiswa.
Mengenai bagaimana kebijakan baru ini akan ditegakkan, Macron mengatakan “personel tertentu” akan dikirim ke sekolah-sekolah yang “sensitif” untuk membantu kepala sekolah dan guru serta untuk berdialog dengan siswa dan keluarga, jika diperlukan.
Attal sebelumnya mengatakan bahwa 14.000 personel pendidikan dalam posisi kepemimpinan akan dilatih pada akhir tahun ini untuk menangani penegakan hukum dan masalah lain dalam menegakkan sekularisme, dan 300.000 personel akan dilatih pada tahun 2025. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...