Presiden Brasil Kesal Karena Tidak Dapat Bertemu Presiden Ukraina di KTT G-7
HIROSHIMA, SATUHARAPAN.COM-Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, mengatakan pada hari Senin (22/5) bahwa dia "kesal", karena dia dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, tidak bertemu di KTT G-7. Dia menambahkan mitranya dari Ukraina tampaknya tidak tertarik untuk merundingkan perdamaian dengan Rusia.
Zelenskyy, yang muncul dari KTT di Hiroshima dengan dukungan diplomatik baru dan janji akan lebih banyak bantuan militer, telah meminta pertemuan empat mata dengan Lula, yang menghadapi tuduhan bersikap lunak terhadap Rusia atas invasinya.
Kedua pemimpin mengatakan konflik dalam penjadwalan telah mencegah mereka untuk bertemu, yang disindir Zelenskyy kemungkinan besar telah membuat mitranya dari Brasil "kecewa."
“Saya tidak kecewa. Saya kesal, karena saya ingin bertemu dengannya dan membicarakan masalah ini,” kata Lula dalam konferensi pers sebelum pulang dari Jepang. Tapi “Zelenskyy sudah dewasa. Dia tahu apa yang dia lakukan," tambahnya.
Lula mengatakan timnya telah menjadwalkan pertemuan dengan Zelenskyy pada hari Minggu (21/5) siang. Tapi pemimpin Ukraina itu terlambat, dan agendanya sendiri penuh setelah itu, katanya.
Zelenskyy mendapat dukungan gemilang dari para pemimpin G-7 di KTT Hiroshima, termasuk dukungan Amerika Serikat yang telah lama dicari untuk akses ke jet tempur F-16.
Dia juga merayu negara-negara non G-7 yang diundang ke pertemuan tersebut, terutama memenangkan janji dari Perdana Menteri India, Narendra Modi, untuk melakukan “apa pun yang kami bisa” untuk menyelesaikan konflik.
“Saya mengerti rasa sakit Anda,” kata Modi kepadanya. Namun tidak ada dukungan seperti itu dari Brasil.
Lula mengatakan dia tidak melihat pentingnya bertemu Zelensky sekarang, dengan mengatakan baik dia maupun Presiden Rusia, Vladimir Putin, tampaknya tidak menginginkan perdamaian. “Untuk saat ini, mereka berdua yakin akan memenangkan perang,” katanya.
Lula mendorong pembicaraan damai dan telah mengusulkan Brasil sebagai mediator, bersama dengan negara-negara “netral” lainnya, termasuk China dan Indonesia. Tetapi veteran sayap kiri itu menghadapi kritik bulan lalu ketika dia menuduh Amerika Serikat "mendorong" perang.
Setelah Gedung Putih menuduhnya "meniru propaganda Rusia dan China," Lula melunakkan retorikanya, mengatakan Brasil mengutuk invasi Rusia.
Tapi dia memperbarui kritiknya pada hari Senin. Presiden AS, Joe Biden, katanya, mengirimkan pesan bahwa "Putin harus menyerah dan membayar semua yang dia hancurkan."
"Pesan itu tidak membantu," katanya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...