Presiden Disarankan Antisipasi Kekosongan Pemimpin KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyarankan Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Perppu untuk mengatasi kekosongan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terjerat kasus hukum.
“Jalan keluar untuk mengatasi kekosongan pemimpin KPK lantaran terjerat kasus hukum adalah dengan penerbitan Perppu dengan menyediakan pengganti komisioner sementara,” kata Arsul kepada satuharapan.com, di Jakarta, Minggu (8/2).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan Perppu dapat dikeluarkan oleh Presiden Jokowi setelah dikeluarkannya surat Keputusan Presiden (Keppres). Tujuannya, memberhentikan sementara komisioner KPK yang tidak dapat lagi memenuhi tugas dan kewajibanya.
"Tentu Perppu tersebut baru bisa diterbitkan setelah komisioner yang menjadi tersangka diberhentikan sementara dengan Keppres. Jika Perppu diterbitkan maka sekaligus melengkapi pemimpin sementara KPK menjadi lima orang," tutur dia.
Mengenai pernyataan para pegawai KPK yang mengancam melakukan pengunduran diri apabila beberapa pemimpin KPK seperti ketua, wakil ketua, dan komisioner, dinyatakan sebagai tersangka. Arsul meminta pemerintah agar mampu meredam dengan melakukan dialog para pegawai lembaga anti rasuah KPK tersebut, karena lembaga seperti KPK tidak boleh sampai vakum.
"Komisi III DR akan meminta pemerintah untuk berbicara kepada teman-teman pegawai KPK dan menyampaikan langkah yang akan ditempuh untuk memastikan tugas-tugas pemberantasan korupsi KPK tidak berhenti," ujar dia.
Senada dengan Arsul, anggota Komisi III DPR, Tubagus Soemandjaja menyarankan Presiden Jokowi Perppu, untuk mengantisipasi kekosongan kursi pemimpin KPK. Namun ia memiliki usul lain, yakni percepatan pemilihan komisioner KPK dari rencana sebelumnya yang dilaksanakn bulan Desember 2015.
Jangan Menindak Dulu
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meminta agar Presiden Jokowi dapat menggelar rapat konsultasi dengan pemimpin DPR untuk mencari solusi yang tepat. Karena secara undang-undang pemimpin KPK bersifat kolektif kolegial dengan komposisi lengkap lima orang.
"Apabila komisioner KPK tidak lagi bisa melakukan fungsi kolektif kolegial, maka Presiden sebaiknya mengundang Pimpinan DPR untuk rapat konsulltasi," kata dia.
Soemandjaja mengimbau, untuk sementara waktu ini lembaga anti rasuah tersebut tidak melakukan segala bentuk penindakan sebagaimana fungsi dan kewenangannya. "Dalam keadaan seperti itu maka KPK lebih mengutamakan koordinasi dan supervisi, serta tidak melakukan penindakan," kata dia.
Lebih lanjut politisi PKS itu berharap selama presiden belum mengeluarkan Perppu, Kepolisian bersama Kejaksaan Agung dapat bekerja sebagaimana fungsinya dalam penegakan hukum terkait penindakan praktik-praktik korupsi. Hingga KPK dapat kembali memenuhi tugas-tugas dan fungsinya dengan normal.
“Sampai KPK difungsikan kembali sesuai dengan UU yang berlaku," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...