Presiden Filipina akan Berkunjung ke Israel
MANILA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Filipina Rodrigo Duterte dijadwalkan akan berkunjung ke Israel tahun ini. Hal ini dikatakan oleh Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Harry Roque Jr. dalam sebuah wawancara radio dan konferensi pers pada hari Senin (03/01/18).
Israel adalah satu dari empat negara yang dipastikan menjadi tujuan kunjungannya tahun ini. Tiga negara lain adalah Korea Selatan, Australia dan India.
"Ini adalah kunjungan-kunjungan yang sedang direncanakan. Sejauh ini sedang didiskusikan di antara Kementerian Luar Negeri dan negara-negara yang mengundang Presiden," kata Roque, seperti dikutip oleh sejumlah media Filipina.
"Waktunya belum dipastikan tetapi telah diungkapkan," ia menambahkan. "Kunjungan-kunjungan ini tentu memiliki tujuan yang spesifik dan merupakan bagian dari kunjungan kenegaraan dan kunjungan kerja untuk mempromosikan perdagangan dan investasi," lanjut dia.
Sejauh ini, ia menambahkan, yang sudah hampir dipastikan waktunya adalah kunjungan ke India pada bulan Januari dalam rangka menghadiri ASEAN-India Summit.
Pada hari yang sama Duterte memastikan kunjungannya ke Israel tersebut. Hanya saja ia mengemukakannya secara sambil lalu. Ketika wartawan bertanya apakah ia akan mengunjungi Amerika Serikat setelah pada hari Sabtu (30/01) Presiden AS Donald Trump meneleponnya, Duterte menjawab bahwa ia sangat sibuk dan jadwalnya sangat ketat.
"Saya tidak bisa membuat janji yang pasti. Saya ingin pergi ke Rusia, saya ingin pergi ke Israel," tutur dia.
Menurut Kementerian Luar Negeri Israel, seperti disiarkan oleh The Times of Israel, belum ada waktu pasti kapan Duterte mengunjungi Israel tahun ini. Namun bulan lalu, Israel telah menyatakan rencana kunjungan Duterte.
Filipina adalah satu dari 34 negara yang abstain atas resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menolak pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Kedekatan Filipina dan Israel memang bukan rahasia. Filipina menandatangani perjanjian persahabatan dengan Israel pada tahun 1958 dan membuka Kedutaan Besarnya di Tel Aviv pada tahun 1962.
Sebelumnya, pada 1947 Filipina memilih untuk memberi suara mendukung atas resolusi PBB No 181 mengenai pembagian Palestina dan Penciptaan Negara Israel. Filipina termasuk di antara 33 negara yang mendukung terciptanya Israel dan satu-satunya negara Asia yang mendukung resolusi tersebut.
Pada tahun 1997, kedua negara menandatangani sebuah Memorandum of Understanding (MOU) yang melembagakan dialog politik bilateral antara masing-masing kementerian luar negeri. Dialog politik tersebut diiringi oleh kerjasama perdagangan dan ekonomi, budaya, bantuan teknis, ilmu pengetahuan, pertukaran akademis, pariwisata dll.
Sejumlah pejabat Filipina telah mengunjungi Israel. Misalnya, pada bulan Oktober 2012, Wakil Presiden Filipin Jejomar Binay memulai kunjungan lima hari ke Israel dan bertemu dengan Presiden Israel, Shimon Peres, di Yerusalem.
Pada 2014, Menteri Luar Negeri FIlipina, Alberto del Rosario, mengunjungi Israel untuk kerjasama di bidang Pertanian.
Tahun lalu, Filipina adalah satu-satunya negara di Asia yang memberikan suara menentang sebuah resolusi yang akan memberi nama Harar kepada sebuah situs Palestina di bawah protokol UNESCO. Situs tersebut akhirnya diserahkan kepada Palestina, yang memicu protes Israel. Filipina terus menegaskan dukungannya untuk Israel di UNESCO, meskipun ada gerakan dari Palestina untuk mencegah dukungan Israel.
Hubungan ekonomi kedua negara terus bertumbuh kendati tidak signifikan dibandingkan dengan hubungan ekonomi ISrael dengan negara-negara di Eropa. Pada 2004, tercatat 37.155 hingga 50.000 tenaga kerja Filipina mencari nafkah di Israel.
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...