Presiden Filipina Bahas Aliansi dalam Pembicaraan Telepon dengan Trump
MANILA, SATUHARAPAN.COM-Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., mengatakan bahwa ia dan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, membahas aliansi negara mereka dan keinginan mereka untuk memperkuat hubungan yang mendalam itu dalam pembicaraan lewat telepon pada hari Selasa.
Marcos mengatakan kepada wartawan bahwa pembicaraan lewat telepon dengan Trump "sangat bersahabat" dan "sangat produktif", dan mengatakan bahwa ia berencana untuk bertemu Trump sesegera mungkin.
"Saya pikir Presiden terpilih Trump senang mendengar kabar dari Filipina," kata Marcos, yang pemerintahannya yang berusia dua tahun telah memperkuat hubungan pertahanan Manila dengan Washington karena kedua negara menghadapi tantangan keamanan bersama di kawasan tersebut.
Marcos telah berupaya membangun kembali hubungan yang renggang di bawah pendahulunya, Rodrigo Duterte, yang secara terbuka memusuhi Amerika Serikat. Tahun lalu, ia melakukan kunjungan resmi pertama oleh seorang pemimpin Filipina ke Amerika Serikat dalam lebih dari 10 tahun.
Marcos adalah putra mendiang orang kuat Ferdinand dan mantan ibu negara Imelda Marcos, yang dibantu Washington melarikan diri ke pengasingan di Hawaii selama pemberontakan "kekuatan rakyat" tahun 1986. Ia mengatakan Trump telah bertanya tentang ibunya yang berusia 95 tahun.
"Ia bertanya, 'Bagaimana kabar Imelda?' Saya katakan kepadanya bahwa ia mengucapkan selamat kepadamu," katanya.
Filipina, bekas koloni AS, dipandang sebagai pusat upaya Washington untuk melawan kebijakan China yang semakin tegas di Laut China Selatan dan terhadap Taiwan.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, pada hari Selasa (19/11) mengunjungi Komando Barat militer Filipina di pulau Palawan, di sebelah Laut China Selatan, di mana ia menegaskan kembali komitmen Washington terhadap Filipina berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951.
“Amerika sangat berkomitmen untuk membela Filipina,” kata Austin dalam konferensi pers bersama dengan mitranya dari Manila, Gilberto Teodoro.
“Komitmen kami terhadap Perjanjian Pertahanan Bersama sangat kuat. Izinkan saya katakan lagi bahwa Perjanjian Pertahanan Bersama berlaku untuk serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata, pesawat, atau kapal publik kita sendiri, termasuk penjaga pantai kita, di mana pun di Laut Cina Selatan,” kata Austin.
Filipina dan China telah terlibat dalam perselisihan berulang selama beberapa tahun terakhir atas wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan yang telah mengubah jalur perairan strategis tersebut menjadi titik api potensial antara Washington dan Beijing.
China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Cina Selatan, jalur perdagangan tahunan senilai lebih dari US$3 triliun, yang membuatnya berselisih dengan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara.
Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Tetap di Den Haag mengatakan klaim China tidak memiliki dasar hukum, dan berpihak pada Filipina yang mengajukan kasus tersebut. China menolak putusan tersebut, tetapi Washington, yang mendukungnya, mengatakan bahwa keputusan tersebut mengikat. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...