Presiden Jokowi Diminta Menahan Diri Terbitkan Perppu KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta menahan diri untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK) karena penerbitan Perppu itu jangan sampai menyesatkan presiden dan masyarakat.
Mantan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan hal itu menanggapi rencana Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK, di Jakarta, hari Sabtu (29/9).
Menurut dia, syarat penerbitan Perppu tidak dapat dilakukan secara serampangan, tetapi harus memenuhi syarat konstitusional sesuai Pasal 22 UUD 1945 dan syarat yudisial dalam Putusan MK No138/PUU-VII/2009.
"Presiden hanya bisa menerbitkan Perppu apabila ada kegentingan yang memaksa," kata Indriyanto dalam keterangan tertulisnya.
Artinya, lanjut dia, Perppu dikeluarkan apabila terjadi keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Selain itu, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
"Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," kata Wakil Ketua Pansel Capim KPK ini.
Indriyanto menambahkan, dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa yang mengharuskan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu atas revisi UU KPK.
"Jadi, dalam kaitan revisi UU KPK, Presiden bukan dan tidak dalam kapasitas menerbitkan Perppu, sehingga Presiden diharapkan tidak terjebak melanggar konstitusi dan hukum untuk menerbitkan Perppu terhadap revisi UU KPK," ujarnya.
Dengan demikian, saran menerbitkan Perppu adalah solusi menyesatkan dan memosisikan Presiden dalam jebakan dan penerbitan Perppu secara substansial melanggar konstitusi dan hukum.
"Ada rekayasa politik yang menghendaki Presiden memasuki lubang hitam pelanggaran konstitusi dengan tujuan akhir 'legally impeachment.' Pola menyesatkan ini sebagai modus yang tidak bijak," tegasnya.
Jalan terbaik bagi polemik revisi UU KPK sesuai hukum dan konstitusional, kata dia, adalah memberikan media solusi hukum melalui permohonan uji materiil ke MK yang konstitusional, atau presiden dapat menunggu putusan MK terhadap uji materiil revisi UU KPK yang diajukan sejumlah komponen masyarakat, sidang perdananya akan digelar Senin (30/9).
Kondisi Genting
Sebelumnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai kondisi kegentingan yang dibutuhkan untuk menerbitkan perppu UU KPK adalah hak subjektif Presiden Joko Widodo.
"(Kegentingan) itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang, itu hak subjektif presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini dan saya harus ambil tindakan (menerbitkan perppu) itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud MD di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (26/9).
Mahfud MD menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo bersama dengan para tokoh nasional. Dalam pertemuan itu dibahas opsi untuk menerbitkan perppu atas UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Khusus untuk KPK tadi mendiskusikan beberapa opsi. UU KPK sudah disahkan melalui prosedur konstitusi yang sah tapi masih bermasalah ternyata, tidak cocok atau tidak bersesuaian dengan kehendak masyarakat pada umumnya. Oleh ribuan dosen, ratusan guru besar, puluhan ribu mahasiswa, gerakan 'civil society' dan sebagainya menyatakan itu belum bisa diterima dan diterapkan masyarakat jadi kita pertimbangkan opsi-opsi menyelesaikan itu," tambah Mahfud.
Menurut Mahfud, opsi pertama adalah melakukan "legislative review." "Artinya ya nanti UU itu disahkan kemudian dibahas pada berikutnya biasa terjadi revisi UU," ungkap Mahfud.
Kedua adalah "judicial review" (uji materi) melalui Mahkamah Konsitusi.
"Lalu ada opsi lain yang tadi cukup kuat disuarakan yaitu lebih bagus mengeluarkan perppu agar (UU) itu ditunda dulu sampai ada suasana yang baik untuk membicarakan isinya, substansinya. Karena ini kewenangan presiden, kami hampir sepakat menyampaikan usul itu, Presiden sudah menampung dan pada saatnya yang memutuskan istana dan kami akan menunggu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," jelas Mahfud.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi menyampaikan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu UU KPK.
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," kata Presiden Jokowi.
Dalam Pasal 22 UUD RI 1945 menyebutkan perppu mempunyai fungsi dan muatan yang sama dengan undang-undang dan hanya berbeda dari segi pembentukannya saja karena dibentuk oleh Presiden namun tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat karena ada suatu hal yang sangat genting.
KPK menyebutkan setidaknya ada 26 masalah dari revisi UU no 30 tahun 2002 tentang KPK.
Sejumlah tokoh yang hadir menemui presiden antara lain budayawan Goenawan Mohamad, praktisi hukum Nono Makarim, budayawan Butet Kartaradjasa, advokat Albert Hasibuan, Omi Kamaria Nurcholis Madjid, Heny Supolo, peneliti LIPI Mochtar Pabottinggi, rohaniwan Franz Magnis Suseno, Abdillah Toha, Zumrotin K. Susilo, Sudamek, Teddy Rachmat. Selanjutnya Erry Riana Hadjapamekas, artis senior Christine Hakim, cendekiawan muslim Quraish Shihab, penulis Toety Heraty, Alissa Wahid, Saparinah Sadli, Slamet Raharjo, pakar hukum tata negara Mahfud MD, Natalia Subagyo, pengusaha Arifin Panigoro, ekonom Emil Salim, Harry Tjan Silalahi, akademisi muslim Azyumardi Azra, budayawan Nyoman Nuarta.
Kemudian Kuntoro Mangkusubroto, Ismid Hadad, mantan jaksa agung Marsilam Simanjuntak, budayawan Jajang C. Noer, putri Gusdur Alisa Wahid, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, Clara Yuwono, Munir Mulkhan, Tri Mumpuni, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, mantan menteri luar negeri Hassan Wirayudha, Manuel Kasiepo dan Bachtiar Aly. Sedangkan Presiden Jokowi didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, staf khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit. (antaranews.com)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...