Presiden: Kekuasaan dan Kebebasan Dapat Disalahgunakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan baik kekuasaan dan kebebasan merupakan dua hal yang sama-sama bisa disalahgunakan sehingga justru menganggu tujuan dan cita-cita demokrasi itu sendiri.
"Dulu pemegang kekuasaan adalah penguasa, presiden, pada masa pemerintahan otoritarian sehingga cenderung menyalahgunakan kekuasaan," kata Presiden Yudhoyono saat menghadiri silaturahmi pers sekaligus peluncuran buku SBY dan Kebebasan Pers, di Jakarta, Jumat (5/9) malam.
"Sekarang banyak yang menjadi power holder, selain eksekutif, parlemen, pers, penegak hukum. Jadi gunakan kekuatan itu sebaiknya jangan melebihi kewenangannya," tegas Yudhoyono.
Presiden mengingatkan tak hanya kekuasaan yang bisa disalahgunakan, namun kebebasan juga bisa disalahgunakan.
"Kebebasan dan kemerdekaan tanpa batas juga cenderung disalahgunakan Oleh karena itu inilah keindahan dan pasangan dalam kehidupan demokrasi (berimbang antara kebebasan dan kekuasaan, Red)," katanya.
Yudhoyono yang akan mengakhiri masa pemerintahannya pada 20 Oktober mendatang percaya meski saat ini proses pematangan demokrasi masih berjalan, namun bangsa Indonesia pada saatnya nanti akan menemukan titik keseimbangan antara kebebasan yang berkembang dan stabilitas politik.
Dalam acara yang dihadiri oleh pimpinan media massa, praktisi jurnalistik dan juga totkoh-tokoh di berbagai bidang lainnya, Presiden mengatakan kritikan pers kepadanya selama 10 tahun terakhir ini dipandangnya sebagai salah satu upaya untuk mencegah presiden dan pemerintahannya melakukan kesalahan.
"Beberapa kali Ibu Ani bilang, kok ini keras betul, berlebihan, itu wajar saja (pandangan seperti itu, Red), kita manusia biasa. Namun over all kalau dilihat dalam bingkai yang utuh justru saya yang ucapkan terima kasih. Teman-teman pers ikut selamatkan saya untuk tidak salahgunakan kekuasaan. Motivasinya untuk mengontrol agar pilihan saya tidak keluar dari koridor demokrasi dan nilai di konstitusi kita dan tidak bertentangan dengan kehendak rakyat," katanya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga mengatakan pers hendaknya tetap kritis pada pemerintah namun dalam motivasi untuk mendorong kemajuan dan mencegah terjadinya kesalahan.
"Pers kritis pada saya dan membuahkan yang indah, pers tidak dilarang kritis ke Pak Jokowi dan Presiden-Presiden mendatang tapi jangan pernah membenci pemimpin kita, karena di tengah keterbatasan (pemimpin, Red) akan berbuat yang terbaik," katanya.
Presiden menambahkan, kritik pada pemerintah merupakan suatu hal yang positif sepanjang kedua pihak saling memahami posisi masing-masing dan bersikap konstruktif.
"Kritislah karena itu baik, tapi jangan membencinya, karena (pemimpin-red) selalu berbuat yang terbaik untuk rakyatnya," kata Presiden.
"Ke depan sebagai seorang yang 10 tahun ini bersama-sama dengan teman pers, misi besar kita tetap melanjutkan konsolidasi demokrasi, itu adalah pilihan kita, demokrasi kita yakini bawa kebaikan, sekaligus ada wajah buruk, mari kita bangun dan matangkan sebaik-baiknya," tegas Kepala Negara.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...