Presiden Minta Omnibus Law Tidak Ditumpangi Pasal Titipan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ingin Omnibus Law untuk menciptakan lapangan kerja dimanfaatkan untuk tumpangan pasal-pasal titipan yang tidak relevan.
“Tolong dicek, hati-hati betul, jangan sampai dimanfaatkan untuk tumpangan pasal-pasal titipan yang tidak relevan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memimpin rapat terbatas tentang perkembangan penyusunan Omnibus Law di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12).
Dalam rapat terbatas itu hadir Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju, dan para Kepala Lembaga untuk membahas perkembangan penyusunan naskah akademik dan draft RUU Omnibus.
Presiden menargetkan draf RUU tersebut akan disampaikan kepada DPR pada pertengahan Januari 2020.
“Saya tidak ingin ruu ini hanya menjadi tempat menampung keinginan-keinginan kementerian dan lembaga. Jangan sampai hanya menampung, menampung, menampung keinginan tapi tidak masuk ke visi besar yang saya sampaikan,” katanya.
Untuk itu, Presiden pun meminta jajarannya untuk terus mengkaji dan membahasnya sebelum kemudian disampaikan ke DPR.
"Saya minta setelah nanti ini kita bicarakan, tolong didalami, dipimpin Menko Perekonomian, Menkumham, Mensesneg, Seskab untuk mendalami dan nanti disampaikan ke DPR setelah tanggal 10 Januari," katanya.
RUU tersebut menyangkut 11 klaster yang melibatkan 30 kementerian dan lembaga.
“Saya minta visi besar dan framework-nya harus memiliki fokus yang jelas agar dijaga konsistennya, harus betul-betul sinkron, terpadu,” kata Presiden.
Presiden Joko Widodo meminta agar regulasi turunan terkait Omnibus Law cipta lapangan kerja disusun secara paralel dengan draf RUU Omnibus sehingga bisa mempercepat pelaksanaan di lapangan setelah rancangan undang-undang tersebut disetujui DPR.
“Secara paralel disiapkan regulasi turunan Omnibus Law, disiapkan karena kita ingin kerja cepat,” kata Presiden.
Presiden Jokowi menegaskan regulasi turunan dari Omnibus Law yang dimaksud di antaranya dalam bentuk rancangan peraturan pemerintah (RPP), revisi PP, atau rancangan peraturan presiden.
“Harus dikerjakan secara paralel bukan hanya untuk menjadikan RUU dan regulasi pelaksanaannya sebagai sebuah regulasi yang solid, tetapi juga memudahkan pemangku kepentingan memahami arsitektur besar dari Omnibus Law yang kita kerjakan,” katanya.
Hal itu, kata Kepala Negara, sebagai upaya untuk mempercepat proses eksekusi di lapangan setelah rancangan ini disetujui DPR.
RUU tersebut menyangkut 11 klaster yang melibatkan 30 kementerian dan lembaga.
“Saya minta visi besar dan frameworknya harus memiliki fokus yang jelas agar dijaga konsistennya, harus betul-betul sinkron, terpadu,” kata Presiden. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...