Presiden: Pengaruh Global Sering Menyulitkan
BOGOR, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui kondisi global berpengaruh dan sering menyulitkan upaya pemerintah dalam melaksanakan berbagai program yang telah ditetapkan.
“Perubahan yang terjadi di setiap negara berpengaruh terhadap negara lain, seperti Yunani yang menghadapi masalah utang,” kata Presiden Jokowi ketika memberi pengarahan kepada bupati wilayah Jawa dan Maluku di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (13/2).
Presiden menyebutkan kondisi di Yunani berpengaruh ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. “Dampaknya ke pelemahan Rupiah, Ringgit Malaysia, semua melemah, ini yang sering menyulitkan kita,” katanya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan dampak negatif global dapat diatasi dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antarberbagai pihak.
Presiden juga menyebutkan untuk mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi harus terus didorong untuk naik.
“Pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 5,1 persen, kalau ingin mengurangi pengangguran dan kemiskinan pertumbuhan harus dinaikkan, tidak ada jalan lain pertumbuhan ekonomi harus didorong agar naik, naik dan naik,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, dengan berbagai upaya diharapkan dalam tiga tahun ke depan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai di atas 7,0 persen.
Hadir juga dalam acara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Gubernur seluruh wilayah Jawa juga tampak hadir dalam acara itu.
Sejumlah menteri Kabinet Kerja juga tampak hadir seperti Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Wamenkeu Mardiasmo.
Pada awal pengarahan Presiden kepada bupati se-Jawa dan Maluku itu, wartawan diperkenankan untuk masuk dalam Ruang Garuda Istana Kepresidenan Bogor tempat pelaksanaan kegiatan itu.
Namun kemudian wartawan diminta meninggalkan ruangan karena acara bersifat tertutup untuk media.
Percuma Bicara Pertumbuhan Ekonomi
Presiden juga menyatakan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus diikuti dengan upaya pemerataan pembangunan sehingga hasil pembangunan tidak hanya dinikmati segelintir orang atau kalangan atas saja.
“Yang lebih penting yaitu pemerataan karena pertumbuhan ekonomi setinggi apa pun kalau yang menikmati hanya lima orang atau kelompok yang di atas, yang di bawah tidak dapat apa-apa, percuma kita bicara itu,” kata Presiden
Revisi UU Pilkada
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan pembahasan revisi UU tentang Pilkada saat ini tinggal menyisakan dua poin permasalahan sehingga diharapkan dapat segera terselesaikan.
“Dari enam poin permasalahan, tinggal dua yang masih perlu diselesaikan,” kata Mendagri dalam sambutan pada pengarahan Presiden Joko Widodo kepada seluruh bupati wilayah Jawa dan Maluku di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Jumat.
Mendagri menyebutkan dua poin masalah itu adalah mengenai pelaksanaan pilkada pada tahun 2015 dan pelaksanaan pada 2020.
“KPU mengaku berat untuk pelaksanaan pilkada pada 2020 karena berdekatan pilpres,” kata Mendagri.
Mengenai pengarahan Presiden Jokowi dalam forum koordinasi antardaerah itu, Mendagri mengatakan Presiden ingin mendengar langsung perkembangan pembangunan di daerah dari para bupati.
“Keputusan di tingkat pusat harus sinkron dengam pusat, keputusan daerah juga harus sinkron dengan aspirasi di DPRD,” kata Mendagri.
Ia menyebutkan dalam kesempatan itu juga hadir seluruh gubernur wilayah Jawa sehingga diharapkan keputusan provinsi juga sinkron dengan di tingkat kabupaten.
Tindak Lanjut Musrenbangnas
Pengarahan itu di Ruang Garuda Istana Kepresidenan Bogor. Menurut keterangan resmi Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri di Bogor, Jumat, menyebutkan Presiden Jokowi memberikan arahan dalam forum rapat koordinasi sebagai tindak lanjut dari Musrenbangnas RPJMN 2015-2019 pada Desember 2014 di Jakarta.
Pelaksanaan rakor dibagi dalam lima tahap dan rakor pada Jumat ini merupakan tahap IV. Juga diikuti dua orang dari perwakilan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) yaitu Ketua Umum Apkasi dan Sekjen Apkasi.
Dalam rakor tersebut juga hadir para gubernur seluruh wilayah Jawa. Pelaksanaan rakor melibatkan peran dan kerja sama dengan Apkasi dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Rakor membahas berbagai agenda yaitu kedaulatan pangan, infrastruktur, potensi kelautan, SDA, energi, kendala dalam perizinan pelayanan dan tumpang tindih peraturan perundangan serta ego sektoral.
Ngantor di Bogor
Sehari sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai kepindahan Presiden Joko Widodo ke Istana Bogor harus dipikirkan secara matang, terutama dampaknya terhadap kinerja pemerintahan yang bisa menjadi lambat.
“Jangan ini dijadikan ide sesaat,” kata Fadli dalam kegiatan penanaman bambu di bantaran Kali Ciliwung, Kampung Muara Beres, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan, Presiden Joko Widodo harus melihat daya tampung di Kota Bogor dan juga Istana serta mempertimbangkan upaya berkoordinasi dengan kabinet terkait roda pemerintahan.
“Kalau mau berkantor di Bogor silakan saja, itu hak presiden. Tetapi, dampaknya perangkatnya apakah juga dapat dipindahkan ke Bogor. Bogor juga sudah macet, daya tampung kendaraan kecil menambah macet,” katanya.
Menurut Fadli, pihaknya belum mengetahui pasti rencana Presiden Joko Widodo bekerja di Istana Bogor untuk pindah atau hanya untuk lebih sering bertugas di Bogor.
“Coba dipikirkan jangan ada ide spontan bangun tidur langsung ngomong,” katanya.
Terkait rencana kepindahan tersebut, Fadli menambahkan, dirinya mendapatkan informasi dari media saja dan belum ada keterangan resmi mengenai kepindahan Presiden ke Istana Bogor.
“Kabinet tidak harus pindah ke Bogor, karena jarak Jakarta-Bogor sudah dekat, tetapi juga daya tampung di Istana Bogor itu sedikit,” katanya.
Saat ditanya apa yang mendasari Presiden Joko Widodo berkantor di Istana Bogor, Fadli mengaku tidak mengetahui jelas alasannya, tetapi ia membantah karena suhu politik yang terjadi saat ini.
“Mungkin di Istana Bogor lebih tenang, yang jelas tidak ada tekanan politik,” katanya.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, belum mendapatkan pemberitahuan secara resmi dari Sekretariat Negara soal wacana kepindahan Presiden Joko Widodo, ke Istana Bogor.
Belakangan ini, kata dia, memang di Jakarta temperatur politik dan hukumnya meningkat, berfokus pada kontroversi penentuan kepala Kepolisian Indonesia oleh presiden serta konflik berlarut KPK dan Kepolisian Indonesia. “Belum lagi banjir,” katanya.
Sementara Jokowi telah menyatakan akan mengumumkan nama definitif kepala Kepolisian Indonesia itu pada pekan ini. “DPR juga menagih janji Jokowi itu,” kata Fadli Zon.
“Saya dengar memang ada keinginan dari beliau untuk lebih banyak beraktivitas di Istana Bogor. Tapi soal pindah kantor atau tidak, kami belum terima pemberitahuan atau keputusan,” kata Bima. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...