Presiden: Rakyat Iran Punya Hak Memilih Gerakan Politik Berbeda
9.500 kandidat legislatif dicoret oleh Majelis Wali. Rakyat Dianjurkan Puasa untuk Melawan Sanksi AS
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Rakyat Iran harus memiliki "hak untuk memilih" di antara gerakan-gerakan politik yang berbeda, kata Presiden Hassan Rouhani, hari Minggu (2/2), ketika kontroversi tumbuh mengenai pencoretan dan diskualifikasi atas ribuan kandidat dalam pemilihan umum mendatang.
Berbicara di makam Ayatollah Ruhollah Khomeini dalam perayaan tahunan memperingati revolusi tahun 1979, Rouhani memuji warisan politik pendiri republik Islam itu.
"Imam (Khomeini) bersikeras bahwa orang harus berpartisipasi dalam semua pemilihan dan memiliki hak untuk memilih", kata Rouhani mengatakan dalam pidato tersebut yang disiarkan di televisi pemerintah dikutip AFP.
"Siapa pun yang mencegah orang untuk memilih, dan tidak mengizinkan mereka untuk memilih di antara kecenderungan (politik) yang berbeda, dan siapa pun yang mencegah orang pergi ke pemilihan, tentu jauh dari pendekatan imam," tambahnya. Dalam pidato itu dia dikelilingi oleh para anggota pemerintah.
Kontroversi telah berkobar selama dua pekan terakhir, mengadu koalisi yang mendukung pemerintah Rouhani melawan Dewan Wali, yang mengawasi pemilihan umum Iran dan didominasi oleh kaum ultra-konservatif.
Dewan mengatakan telah melarang sekitar 9.500 calon potensial untuk mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif pada 21 Februari mendatang. Itu jumlah yang hampir mencapai dua pertiga dari 14.500 calon. Dan itu termasuk 92 anggota parlemen yang duduk dari semua jalur politik.
Mereka yang dilarang diizinkan untuk mengajukan banding sebelum pemilihan dilakukan.
Anjuran Berpuasa
Reorang penasihat senior militer untuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei pada hari Sabtu (1/2) mengatakan rakyat Iran harus berpuasa untuk melawan sanksi Amerika Serikat.
Warga Iran harus mengikuti ajaran mantan Pemimpin Tertinggi Ruhollah Khomeini dan berpuasa untuk menanggapi sanksi AS, kata kantor berita semi-resmi Iran, ISNA, mengutip mantan Menteri Pertahanan, Hossein Dehghan.
Pemerintahan Trump telah memberlakukan kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran, meningkatkan sanksi yang ditargetkan rezim itu sejak meninggalkan perjanjian nuklir era Obama pada 2018. Trump mengatakan ia menginginkan kesepakatan baru yang akan mencakup masalah nuklir, program rudal balistik Iran dan Aktivitas Iran di Timur Tengah.
Ini bukan pertama kalinya seorang pejabat Iran menyarankan Iran untuk makan lebih sedikit sebagai solusi menghadapi sanksi AS. Menteri Energi Iran, Reza Ardakanian, misalnya mengkritik kebiasaan makan orang Iran pada tahun 2019 dan membandingkannya dengan jadwal makan orang-orang China.
"Orang Cina bahkan berhasil menghilangkan rasa lapar dengan satu kali makan (sehari)," kata Ardakanian dikutip Al Arabiya.
Ketua Dewan Wali dan Majelis Ahli, Ahmad Jannati, juga telah membuat pernyataan serupa di tahun 2014. Hanya makan sekali sehari harus menjadi solusi yang layak "jika situasinya memburuk," kata Jannati, merujuk pada sanksi AS.
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...