Presiden: Selidiki Kemungkinan Keterlibatan Luar pada Ledakan di Beirut
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Presiden Libanon, Michel Aoun mengatakan penyelidikan atas ledakan terbesar dalam sejarah Beirut akan memeriksa apakah ada "campur tangan luar." Ledakan pada hari Selasa itu menewaskan 154 orang.
"Penyebabnya belum ditentukan. Ada kemungkinan gangguan eksternal melalui roket atau bom atau tindakan lainnya," kata Aoun hari Jumat (7/8) dalam komentar yang dikutip media setempat dan dikonfirmasi oleh kantornya.
Dia mengatakan akan mempertimbangkan apakah itu akibat kelalaian atau kecelakaan. Dia sebelumnya menyalahkan kelalaian dalam penyimpanan bahan yang sangat eksplosif selama bertahun-tahun di pelabuhan.
Amerika Serikat sebelumnya mengatakan tidak mengesampingkan serangan. Israel, yang telah beberapa kali berperang dengan Lebanon, sebelumnya juga membantah memiliki peran apa pun.
Sumber keamanan dan media setempat sebelumnya mengatakan, api yang menyebabkan ledakan tersebut dipicu oleh pekerjaan pengelasan gudang.
Protes Terus Berlanjut
Sementara itu, protes rakyat Lebanon terus berlanjut. Pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan yang marah di Beirut pada Kamis (6/8) malam. Mereka marah pada elit penguasa, yang telah memimpin negara yang menghadapi keruntuhan ekonomi bahkan sebelum ledakan di pelabuhan yang mematikan itu melukai 5.000 orang.
Kerumunan kecil, beberapa melemparkan batu, menandai kembalinya protes yang telah menjadi ciri kehidupan di Beirut, ketika orang Lebanon menyaksikan tabungan mereka habis dan mata uang hancur, sementara pengambilan keputusan di pemerintah gagal.
16 Orang Ditahan
Pemerintah menjanjikan penyelidikan penuh. Kantor berita negara, NNA, mengatakan 16 orang ditahan. Tetapi bagi banyak orang Lebanon, ledakan itu merupakan gejala dari tahun-tahun pengabaian oleh pihak berwenang, sementara korupsi negara berkembang pesat.
Para pejabat mengatakan ledakan itu, yang dampak getarannya sampau ratusan mil jauhnya, mungkin telah menyebabkan kerugian sebesar US$ 15 miliar, beban yang tidak dapat dibayar negara ketika negara itu telah gagal membayar utang nasionalnya, melebihi 150% dari output ekonomi, dan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) macet. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Lima Pimpinan Baru KPK Jalani Proses Induksi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 hari i...