Presiden Sri Lanka Lantik Empat Menteri Baru
KOLOMBO, SATUHARAPAN.COM-Presiden Sri Lanka melantik empat menteri kabinet baru pada hari Sabtu (14/5) dalam upaya untuk memastikan stabilitas sampai Kabinet penuh dibentuk di negara kepulauan yang dilanda krisis politik dan ekonomi.
Pengangkatan empat menteri terjadi dua hari setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa mengangkat kembali mantan Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, kali kelima, setelah pendahulunya, saudara laki-laki presiden Mahinda Rajapaksa, mengundurkan diri Senin (9/5) menyusul serangan kekerasan oleh para pendukungnya terhadap pengunjuk rasa damai anti-pemerintah.
Pengunduran dirinya secara otomatis membubarkan Kabinet, meninggalkan kekosongan pemerintah.
Dalam upaya untuk mengembalikan stabilitas, presiden mengangkat kembali Wickremesinghe pada hari Kamis (12/5) dan mengangkat empat menteri Kabinet pada hari Sabtu sampai Kabinet penuh ditunjuk.
Rajapaksa mengambil sumpah menteri luar negeri, administrasi publik dan urusan dalam negeri, pembangunan perkotaan dan energi, kata sebuah pernyataan hari Sabtu (14/5) dari kantor presiden. Keempat menteri tersebut berasal dari partai presiden Sri Lanka Podujana Peramuna (SLPP).
Anggota parlemen dari partai SLPP mengadakan pertemuan dengan presiden pada hari Sabtu, setelah juru bicara partai, Sagara Kariyawasam, mengatakan kepada media bahwa anggota parlemen SLPP akan memberikan dukungan mereka kepada Wickremesinghe, yang berasal dari Partai Persatuan Nasional.
Rajapaksa berusaha membentuk pemerintahan persatuan pada awal April tetapi partai politik oposisi terbesar, United People's Force, menolak proposal tersebut.
Negara kepulauan di Samudra Hindia itu berada di ambang kebangkrutan dan telah menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya sambil menunggu negosiasi paket penyelamatan dengan Dana Moneter Internasional.
Sri Lanka perlu membayar utang luar negeri sebesar US$7 miliar tahun ini dari US$25 miliar yang jatuh tempo pada tahun 2026. Total utang luar negerinya adalah US$51 miliar. Kementerian Keuangan mengatakan negara itu saat ini hanya memiliki cadangan devisa yang dapat digunakan sebesar US$25 juta.
Selama beberapa bulan, warga Sri Lanka mengalami antrean panjang untuk membeli bahan bakar, gas untuk memasak, makanan dan obat-obatan, yang sebagian besar berasal dari luar negeri. Kekurangan mata uang keras juga telah menghambat impor bahan mentah untuk manufaktur dan memperburuk inflasi, yang melonjak menjadi 18,7% di bulan Maret.
Kesengsaraan ekonomi Sri Lanka telah membawa krisis politik, dengan pemerintah menghadapi protes luas selama beberapa pekan. Dan sejauh ini, presiden menolak seruan pengunduran dirinya.
Dalam pertemuannya dengan utusan 19 negara sejak menjabat, Wickremesinghe telah membahas kemungkinan membentuk konsorsium negara untuk membantu Sri Lanka pulih dari krisis ekonomi, kata seorang juru bicara pada hari Sabtu.
Selama pertemuannya dengan para diplomat dari negara-negara termasuk Amerika Serikat, China, India, Jepang, Jerman dan Uni Eropa, Wickremesinghe memberi penjelasan kepada mereka tentang situasi ekonomi negara dan pembicaraan itu digunakan untuk “memperkenalkan gagasan (konsorsium bantuan) secara resmi, ” kata Dinouk Colambage, juru bicara staf swasta perdana menteri.
Dalam pernyataan video singkat setelah pertemuan, Wickremesinghe mengatakan dia telah menerima “tanggapan yang baik” dari pertemuannya tetapi lebih banyak diskusi diperlukan sebelum mencapai kesepakatan.
Wickremesinghe mengatakan dua hingga tiga pekan ke depan akan menjadi yang terburuk bagi negara secara ekonomi, terutama dalam hal kekurangan bahan bakar dan pupuk, tetapi dia berharap hasil positif jangka menengah dapat mulai datang dalam dua hingga tiga bulan jika bantuan internasional diterima. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...