Produksi Mandeg, RI Kini Importir Gula Terbesar Keempat Dunia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah saat ini perlu meninjau ulang kebijakan industri gula karena komoditas ini memiliki pangsa impor paling tinggi dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya.
"Perlu revitalisasi gula di level on farm melalui peningkatan produktivitas," kata peneliti senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Rina Oktaviani, di kantor Indef, dalam diskusi Bulanan Indef Melawan dan Menjinakkan Kartel Ekonomi Indonesia, di Kantor Indef, Jl. Batu Merah, Jakarta Selatan, Kamis (26/3).
Menurut Rina, masalah gula saat ini adalah produksi dalam negeri yang tidak sejalan dengan permintaan gula yang terus naik. Rina menjelaskan dengan tabel dan data Badan Pusat Statistik, bahwa tingkat gula Indonesia meningkat dengan laju 9,71 persen, namun tingkat produk domestik meningkat hanya sebesar 0,47 persen. Akibatnya impor tumbuh 130,71 persen.
Dia menyampaikan, pemerintah perlu menyusun strategi industri yang mampu menyeimbangkan dan mensinergikan perbenturan antar-pemangku kepentingan (stakeholder) dan instansi (Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan).
Rina menambahkan akibat tidak adanya perkembangan dari produksi gula, Indonesia saat ini menjadi negara importir nomor 4 di dunia setelah Uni Eropa, India dan Rusia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, Jakarta, Selasa (24/3) menjelaskan pemerintah membuka kran impor raw sugar sebanyak 945.643 ton yang berlaku mulai 1 April 2015 sampai dengan 30 Juni 2015, alias hanya untuk kuartal kedua (Q2). Partogi menambahkan, izin yang diberikan sudah mempertimbangkan lonjakan kebutuhan bulan puasa dan Lebaran.
Sementara itu, pada Q1 lalu Kemendag telah memberikan izin impor raw sugar sebanyak 672.000 ton. Adapun realisasi impor raw sugar sampai dengan tanggal 23 Maret 2015 ini, sebesar 636.782 ton.
Rina Oktaviani mengungkapkan, industri gula nasional pernah mengalami masa kejayaan pada masa penjajahan atau sekitar 1930-an.
Kondisi tersebut justru berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, di mana, industri gula nasional justru semakin terpuruk. Sementara permintaan masyarakat untuk gula semakin meningkat.
Selain itu, perlu segmentasi pasar bagi Gula Kristal Putih (GKP) yang berbahan baku tebu dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang berbahan baku impor raw sugar.
Editor : Eben Ezer Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...