Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:24 WIB | Senin, 28 Maret 2016

Produsen Susu Selandia Baru Perluas Investasi di Indonesia

Ilustrasi: Produsen susu ternama Selandia Baru berminat untuk menanamkan modalnya di bidang Peternakan Sapi Perah terintegrasi dengan industri pengolahan susu di Indonesia. (Foto: nicleesagrifood.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali mengidentifikasi minat investasi dari produsen susu ternama Selandia Baru yang berminat untuk menanamkan modalnya di bidang Peternakan Sapi Perah terintegrasi dengan industri pengolahan susu.

Investor Selandia Baru tersebut melihat perkembangan industri susu di Indonesia sangat baik dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadikan Indonesia pasar yang besar.

Kepala BKPM, Franky Sibarani menyampaikan bahwa salah satu hal yang menjadi concern bagi industri pengolahan susu di Indonesia saat ini adalah terkait ketersediaan susu sapi segar sebagai bahan baku untuk menggantikan bahan baku yang masih banyak diimpor.

“Investor Selandia Baru tersebut ingin berinvestasi di bidang peternakan sapi perah dengan tujuan memenangkan pasar dalam negeri dan mengamankan bahan baku bagi industri pengolahan susu yang dimiliki,” ujar Franky dalam keterangan resmi kepada media, hari Senin (28/3).

Menurut Franky, porsi investasi investor terkait dalam investasi yang masuk dari Selandia Baru cukup besar.

Realisasi Investasi dari Selandia Baru sendiri tercatat dalam kurun waktu 2010-2015 sebesar US$ 38 juta, di mana US$ 29 juta dari nilai tersebut merupakan angka realisasi investasi dari investor Selandia Baru.

“Dengan adanya minat investasi perluasan di bidang usaha peternakan sapi perah ini diharapkan dapat semakin meningkatkan nilai investasi dari Selandia Baru,” jelasnya.

Lebih lanjut Franky menyampaikan bahwa dari hitungan BKPM apabila seluruh produksi susu segar yang saat ini telah tercatat dalam izin usaha tetap sebesar 12.000 metrik ton pertahun ingin disupply oleh peternakan sapi milik sendiri di Indonesia.

“Mereka setidaknya harus memiliki lebih dari 3.000 ekor sapi perah dengan perkiraan investasi mencapai US$ 8-10 juta. Nilai ini baru hanya atas pembangunan peternakan dengan kapasitas existing dan diluar rencana penambahan kapasitas produksi,” ungkapnya.

Franky juga mengemukakan bahwa kondisi produksi susu nasional saat ini masih banyak tergantung pada bahan baku impor, baru beberapa perusahaan yang memiliki industri pengolahan susu yang terintegrasi dengan peternakan sapi perah.

“Ini yang mulai disadari oleh para produsen susu. Mereka mulai menyiapkan peternakan sapi terintegrasi untuk mendukung penjualan produk-produk mereka di Indonesia. Selain dari Selandia Baru, tercatat produsen susu Australia juga berminat mengembangkan peternakan sapi perah di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara Marketing Officer Wilayah Australia, Faisal Suralaga, menyampaikan bahwa dari data yang dikeluarkan oleh Dewan Daging Nasional sebenarnya produksi susu segar nasional sudah dapat mencukupi 20 persen kebutuhan produksi susu nasional.

“Namun demikian dibukanya keran impor oleh pemerintah tanpa regulasi apapun, menyebabkan harga susu segar yang dijual peternak tersebut kepada produsen dihargai sangat rendah atau sama dengan harga impor,” jelasnya.

 Marketing Officer Australia dan kantor perwakilan BKPM  (IIPC) Sydney akan terus mengawal minat investasi dari Selandia Baru dan Australia dengan melakukan komunikasi intensif kepada stakeholder yang ada.

Dari daftar perusahaan yang berminat, tercatat dua perusahaan Dairy raksasa Australia lainnya juga menjajaki investasi baru maupun perluasan di bidang peternakan susu terintegrasi.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home