Profesor Riset sebagai Pendukung Basis Ekonomi Bangsa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan empat profesor baru. Keempat peneliti yang dikukuhkan tersebut adalah Teguh Peristiwady dari dari Loka Konservasi Biota Laut Bitung, Dewi Malia Prawiradilaga dan Wahyu Widiyono dari Pusat Penelitian Biologi, dan Euis Hermiati Pusat Penelitian Biomaterial. Orasi Pengukuhan Profesor Riset disampaikan pada Rabu (4/12) di Jakarta. Secara berurutan kesemuanya merupakan Profesor Riset yang ke 135, 136, 137, dan 138 di LIPI.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, mengucapkan selamat dan terima kasih kepada putra-putra terbaik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang telah tekun bekerja mengabdikan diri dalam dunia penelitian selama puluhan tahun sepanjang kariernya.
Handoko menyebut, profesor riset mendapatkan tanggung jawab yang jauh lebih besar kepada komunitas riset maupun masyarakat. Ia berharap profesor riset yang dikukuhkan dapat menjadi pembimbing generasi muda peneliti di bidang masing-masing, sehingga dapat meningkatkan kualitas iptek dan inovasi.
"Pengukuhan profesor riset telah mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah RI, dan iptek serta inovasi menjadi basis bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia di masa depan," kata Handoko.
Orasi Ilmiah
Teguh Peristiwady telah 30 tahun melakukan penelitian taksonomi hewan laut. Ia menemukan beberapa jenis spesies ikan di perairan Indonesia. Pada orasi ilmiahnya, Teguh memaparkan bahwa hasil pendalaman Teguh bersama para taksonom nasional dan internasional dalam waktu kurang lebih 10 tahun, menegaskan keanekaragaman jenis ikan di perairan Indonesia adalah yang terbesar di dunia.
Ia menyampaikan, Indonesia dengan wilayah perairan yang sangat luas serta berbagai ekosistem yang ada, memiliki nilai keanekaragaman sumber daya hayati ikan laut serta organisme lain yang sangat besar. "Keanekaragaman jenis ikan di perairan Indonesia mewakili 13,4 persen keanekaragaman ikan di dunia," kata Teguh.
Dewi Malia Prawiradilaga adalah pakar zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI. Penelitiannya mengkhususkan pada taksonomi dan konservasi burung. Dalam orasi ilmiahnya Dewi menyampaikan ancaman kelangsungan hidup jenis burung endemik, karena ancaman langsung dan tidak langsung. Ancaman langsung adalah kerentanan sifat biologi atau kemampuan reproduksi, dengan jumlah telur yang diproduksi betina sangat rendah, sedangkan ancaman tidak langsung berasal dari tingginya perburuan seperti pengambilan telur dan anakan.
"Pada jenis burung yang bersarang di dahan atau di lubang pohon, perubahan fungsi lahan dan perusakan habitat akan menyebabkan hilangnya pohon-pohon sarang," kata Dewi.
Sementara itu, Wahyu Widiyono pertama kali menjadi peneliti pada tahun 1989. Ia adalah pakar botani dari Pusat Penelitian Biologi LIPI. Dalam orasi ilmiahnya, Wahyu mengungkapkan pendekatan lanskap ekosistem embung, dalam upaya mengubah lahan kering yang tidak produkti menjadi lahan pertanian yang produktif.
Embung adalah dam air buatan (water reservoir), yang digunakan untuk menampung air hujan dan air permukaan pada musim hujan untuk dimanfaatkan sepanjang tahun, terutama di musim kemarau. "Pengembangan embung model serbaguna di NTT sangat penting, untuk menunjang produktifitas lahan pertanian di lahan kering," kata Wahyu.
Sedangkan Euis Hermiati adalah ahli teknologi bioproses dari Pusat Penelitian Biomaterial LIPI. Dalam orasi ilmiahnya ia mengungkapkan penelitian dan pengembangan teknologi konversi biomassa menjadi bioetanol dan bioproduk di Indonesia, sebagai substitusi produk berbahan baku fosil.
Ia menjelaskan, Indonesia sesungguhnya memiliki sumber daya biomassa yang melimpah. Hanya saja pemanfaatan secara komersil menjadi pengganti produk berbahan baku fosil belum maksimal. "Bioetanol dapat digunakan untuk substitusi bensin, industri farmasi, kosmetika, cat, detergen, tinta, dan polimer,” kata Euis. (lipi.go.id)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...