Profil Triyono Utomo Eks Pegawai Kemenkeu yang Terlibat ISIS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Keuangan secara resmi mengkonfirmasi bahwa mantan pegawainya berencana bergabung dengan ISIS, setelah otoritas Turki mendeportasi mereka dari Istanbul, dan kemudian ditahan oleh polisi di Bali.
"Yang bersangkutan merupakan mantan pegawai Kemenkeu dengan pangkat terakhir IIIC," demikian siaran pers Kemenkeu hari ini (27/1) yang ditanda tangani oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti.
Menurut Kemenkeu, pegawai tersebut telah diberhentikan sebagai PNS atas permintaan sendiri pada Agustus 2016.
Kemenkeu tidak mengungkap nama pegawainya tersebut. Namun, dari informasi kepolisian terungkap ia adalah Triyono Utomo Abdul Bakti (40 tahun). Ia dideportasi oleh otoritas Turki bersama sang istri, Nur Khofifah (55 tahun) dan anak-anak mereka, masing-masing Nur Azzahra (13 tahun), Muhammad Syamil Utomo (8 tahun) dan Muhammad Azzam Utomo (4 tahun).
Triyono Utomo meraih gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) dan Akuntan (Ak.) di Sekolah Tinggi Akuntansi tahun 2004 dan Master of Public Administration di Flinders University of South Australia tahun 2009.
Dia awal kariernya di Kemenkeu, ia ditempatkan pada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN),Kemenkeu. Terakhir ia merupakan ekonom (Economist) di bidang Kebijakan Publik pada Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Dalam sebuah dokumen hasil seleksi tahap pertama dalam rangka pengangkatan dalam jabatan struktural eselon IV melalui pencalonan terbuka, nama Triyono Utomo tercantum sebagai salah satu dari 13 kandidat yang lolos untuk jabatan Kasubbid Penerimaan Negara Bukan Pajak Non Sumber Daya Alam.
Sejumlah kajiannya tercatat, antara lain di laman resmi Kemenkeu, berjudul, "Kawasan Ekonomi Khusus Tidak Cukup dengan Insentif Fiskal." Dalam tulisan ini, ia melancarkan kritik, agar Undang-undang KEK "jangan sampai berbeda implementasinya dengan realisasi di lapangan atau malah kemudian tidak selaras dengan undang-undang perpajakan itu sendiri, termasuk berbagai peraturan daerah seperti retribusi daerah."
Kajiannya yang lain menyangkut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), mengulas tentang perlunya rekonsiliasi untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh adanya konflik dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan dua negara.
Dalam sebuah kajian berjudul MP3EI: Breakthrough Indonesia strategi Indonesia menuju negara maju yang disunting oleh Kepala Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Freddy Saragih, ia termasuk salah seorang penyumbang tulisan.
Menurut informasi kepolisian, Triyono menjual rumahnya di Jakarta Utara untuk ongkos ke Suriah karena ingin hidup di bawah kekhalifahan ISIS. Dia mengajak istri, dan tiga anaknya yang masih di bawah umur, masing-masing berusia 12, tujuh dan tiga tahun.
Triyono Utomo mengundurkan diri dengan asalan ingin mengurus pesantren di Bogor. Ia kemudian menghilang dan tidak dapat dihubungi.
"Pada Februari 2016 yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri sebagai pegawai Kemenkeu dengan alasan ingin mengurus pesantren anak yatim di Bogor. Sejak saat itu yang bersangkutan sulit dihubungi," demikian siaran pers Kemenkeu hari ini (27/1) yang ditanda tangani oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan keluarga tersebut meninggalkan Indonesia pada 15 Agustus 2016 melalui Thailand untuk menghindari kecurigaan aparat.
Setelah sampai di Thailand, kelimanya bergabung dengan seseorang berinisial AY. Dari Thailand mereka menuju Turki dan sempat menginap di Taksim Square Istanbul selama seminggu dan di Apartemen Asenyut Istanbul selama dua minggu.
Setelah itu, mereka dijemput oleh seseorang berinisial AJ alias Aji dan dibawa ke sebuah penampungan. Di sana, mereka bertemu dengan sejumlah sosok yang berinisial UU, AM, AL alias Nasir, N, serta UA dan tinggal selama tiga bulan.
Akhirnya mereka ditangkap tentara Turki bersama 20 orang lainnya pada 16 Januari silam dan sempat dipenjara sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
“Mereka dipulangkan ke Indonesia dengan rute penerbangan dari Istanbul menuju Denpasar, Bali,” kata Rikwanto. Pemulangan ini dilakukan empat hari setelah sekolompok orang Indonesia berjumlah 17 orang juga dipulangkan oleh Pemerintah Turki ke Indonesia, yang merupakan sebuah tindakan keras oleh otoritas Turki.
Editor : Eben E. Siadari
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...