Protes di Lebanon Akibat Nilai Mata Uang Terus Jatuh
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Para pengunjuk rasa Lebanon mencoba menyerbu kantor bank sentral di dua kota besar pada hari Sabtu (26/6), menurut laporan media pemerintah, setelah mata uang nasional negara itu jatuh ke rekor terendah baru di pasar gelap.
Pound Lebanon telah dipatok ke dolar pada harga 1.507 sejak 1997, tetapi krisis ekonomi terburuk negara itu dalam beberapa dekade telah melihat nilai tidak resminya anjlok.
Pada hari Sabtu, penukar uang mengatakan kepada AFP bahwa Pound Lebanon diperdagangkan pada 17.300 sampai 17.500 untuk greenback di pasar gelap, sementara beberapa pengguna media sosial mengatakan telah jatuh ke level 18.000.
Lusinan orang Lebanon yang marah turun ke jalan-jalan di kota utara Tripoli untuk mengecam depresiasi dan “kondisi kehidupan yang sulit,” lapor Kantor Berita Nasional (NNA).
Beberapa pengunjuk rasa berhasil menerobos gerbang cabang bank sentral dan memasuki halaman, kata NNA, tetapi tentara mencegah mereka mencapai gedung.
Demonstran juga membakar pintu masuk kantor pemerintah, kata seorang koresponden AFP. Yang lain terlihat mencoba memaksa masuk ke rumah dua anggota parlemen tetapi dihentikan oleh pasukan keamanan.
NNA mengatakan tembakan terdengar di luar rumah anggota parlemen Mohammed Kabbara dan tentara turun tangan untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Di kota Sidon, di selatan, pengunjuk rasa mencoba menyerbu cabang lain dari bank sentral, tetapi didorong kembali oleh pasukan keamanan, NNA melaporkan. Protes juga terjadi di ibu kota, Beirut, di mana pengunjuk rasa turun ke jalan dan membakar ban, kata seorang koresponden AFP.
Lebanon telah bergolak sejak musim gugur 2019 oleh krisis ekonomi yang menurut Bank Dunia kemungkinan akan menempati peringkat di antara krisis keuangan terburuk di dunia sejak pertengahan abad ke-19.
Keruntuhan itu telah memicu kemarahan terhadap kelas politik Lebanon, yang dipandang sangat korup dan tidak mampu mengatasi banyak kesulitan negara itu. Depresiasi pound Lebanon yang memusingkan terjadi ketika negara Mediterania timur itu bergulat dengan kekurangan obat-obatan dan bahan bakar yang diimpor dari luar negeri menggunakan mata uang asing.
Negara itu tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi penuh sejak ledakan besar di Beirut musim panas lalu yang menewaskan lebih dari 200 orang dan menghancurkan sebagian besar ibu kota. Pemerintah mengundurkan diri setelah bencana, tetapi kelas politik yang sangat terpecah sejak itu gagal menyepakati kabinet baru untuk menggantikannya.
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...