Protes Rasis Warnai Pernikahan Arab - Yahudi di Israel
TEL AVIV, SATUHARAPAN.COM – Mahmoud Mansour dan Morel Malka tidak membayangkan bahwa hari bagia dalam pernikahan mereka harus dilewati dengan sambutan teriakan dan nyanyian rasis yang menentang perkawinan mereka.
Mansour seorang Arab Muslim menikah dengan Malkal seorang Yahudi merayakan pernikahan pada Minggu (17/8) malam di dekat Tel Aviv, Israel. Kelompok masyarakat yang dikenal sebagai Lehava (yang berarti api, dan juga singkatan bahasa Ibrani untuk "mencegah asimilasi di Tanah Suci") mengejeknya dengan kata-kata rasis. Lembaga ini memimpin kampanye ancaman dan intimidasi terhadap perkawinan Malka dan Mansour.
Menurut media Israel, haaretz.com, upaya para penentang perkawinan Arab Yahudi itu mencapai puncaknya dalam perayaan mereka. Puluhan aktivis sayap kanan berdemonstrasi di luar ruang resepsi. Puluhan petugas polisi dan penjaga keamanan berjaga untuk memastikan bahwa pernikahan berlangsung seperti yang direncanakan.
Menurut haaretz.com, adalah hak warga Israel untuk menikah dengan orang pilihan mereka, dan hak ini tampaknya berada dalam bahaya. Meskipun masyarakat Israel dapat menerima pasangan campuran Kristen dan Yahudi, seperti yang sering terjadi dengan imigran dari bekas Uni Soviet, namun rasisme muncul ketika ada perkawinan campuran antara Yahudi dan Arab.
Malka dan Mansour tidak melanggar hukum. Ancaman terhadap mereka adalah jenis yang terjadi dalam negara yang berkembang ke teokrasi fanatik, dan tidak ada dalam demokrasi Barat, yang oleh media ini Israel disebut berpura-pura.
Disebutkan, masyarakat Israel tidak dalam bahaya apapun menghadapi gelombang asimilasi. Hal ini justru bahaya yang jauh lebih besar: transformasi menjadi mundur, masyarakat fundamentalis di mana kemurnian agama dan ras dipelihara secara paksa.
Akibat Kebencian
Sementara itu, para pendukung pasangan muda ini justru membagikan bunga dan melambaikan poster bertuliskan: "Yahudi dan Muslim menolak untuk menjadi musuh", "Cinta mengalahkan segalanya." Sementara para penentang berteriak, "Kematian bagi orang Arab!" sambil melambaikan bendera Israel raksasa.
Kisah cinta antara “Romeo” 26 tahun dan “Juliet” 23 tahun di Israel itu dimulai lima tahun yang lalu ketika Mahmoud Mansour, seorang pengusaha, bertemu Morel Malka.
Mereka tahu bahwa penikahan itu akan memicu ketegangan keluarga, namun mereka tidak menduga hal itu akan menjadi ketegangan nasional yang semakin parah pada pekan-pekan pertempuran mematikan di Gaza.
"Tidak ada yang akan menghancurkan kita, kita akan memiliki pernikahan yang indah, yang paling indah yang dapat Anda bayangkan," kata Mahmoud sebelum upacara seperti dikutip AFP.
Kota pelabuhan kuno Jaffa, tempat mereka tinggal, dikenal karena populasi Yahudi-Arab yang hidup berdampingan. Dalam upacara pernikahan itu, Morel Malka mengenakan gaun putih dan hiasan warna perak.
"Morel adalah putri kedua saya, saya hanya punya satu anak dan sekarang saya memiliki dua!" kata Mohammed Mansour sambil menatap pada pengantin anaknya.
Tapi ayah Morel itu tidak ada. Dia telah mengumumkan di televisi bahwa ia tidak akan menghadiri "pernikahan putrinya dengan orang Arab."
Dukungan Presiden
Mansour sendiri telah menghabiskan beberapa hari di pengadilan di Rishon LeTzion dalam upaya untuk mencegah demonstrasi yang kemungkinan terjadi.
Pengacaranya menjelaskan semua upaya untuk mengintimidasi dan mengganggu pasangan dalam beberapa hari terakhir, namun hakim mengizinkan protes dilakukan dengan syarat hal itu berada sekitar 200 meter dari gedung pernikahan.
Masalah ini banyak dimuat di media lokal, bahkan sampai ke telinga Presiden Reuven Rivlin, yang mengatakan hasutan terhadap mereka adalah "keterlaluan dan mengkhawatirkan."
Menurut haaretz.com, Presiden Reuven Rivlin mengucapkan selamat kepada pasangan itu. "Ada garis merah antara kebebasan berbicara dan protes di satu sisi, dan hasutan di sisi lain," tulis dia. "Mahmoud dan Morel dari Jaffa telah memutuskan untuk menikah dan untuk melaksanakan kebebasan mereka di sebuah negara demokratis. Manifestasi dari hasutan terhadap mereka yang menyebalkan dan menyedihkan," kata dia.
Rivlin yang memegang pandangan sayap kanan, tetapi dikenal sebagai pembela gigih demokrasi juga mengatakan, "Tidak semua orang harus bergabung dalam kegembiraan Mahmoud dan Morel, tapi semua orang harus memperlakukan mereka dengan martabat," tulisnya di halaman Facebook-nya, dan berharap pasangan ini mendapat "kesehatan, kedamaian dan sukacita."
Menteri Kehakiman Israel, Tzipi Livni, mengatakan bahwa ekspresi kebencian membuat malu dirinya. "Ini semacam ekstremisme tak tertahankan," katanya pada sebuah radio publik.
Untuk menjaga keamanan, pasangan ini menggunakan pengawal yang harus memverifikasi daftar tamu, dan bahkan menggeledah ratusan tamu. "Ini adalah pernikahan, tapi tidak ada yang merayakan karena asimilasi adalah momok," kata ketua Lehava, Bentzi Gopstein, mengacu pada asimilasi antara orang-orang Yahudi dan non Yahudi.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...