Protes Warga Amerika dan Kita
ABEPURA, SATUHARAPAN.COM - Ribuan warga Amerika Serikat melakukan demonstrasi di bandara New York, Washington DC, Chicago, Minneapolis, Denver, Los Angeles, San Francisco, dan Dallas (28/1). Mereka melakukan protes terhadap Keputusan Presiden Donald Trump tentang pembatalan pengungsi selama 120 hari dan pelarangan pemberian visa perjalanan bagi warga asal tujuh Negara: Suriah, Irak, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman. Demonstrasi rakyat Amerika kali ini menarik untuk disimak secara mendalam.
Bila kita mengidentifikasi ribuan warga yang berdemonstran, mereka tidak terbatas hanya pada warga Amerika yang berasal dari tujuh Negara Timur Tengah yang disebutkan di atas. Faktor kesamaan asal Negara tidak menjadi syarat sehingga banyak Warga Amerika yang berasal dari berbagai Negara lain pun berpartisipasi dalam demonstrasi.
Peserta demonstran juga bukan hanya warga Amerika keturunan Arab. Tampak bahwa Warga Amerika berkulit hitam dan berambut keriting, berkulit putih, berketurunan Asia dan Amerika Latin pun berpartisipasi dalam unjuk rasa tersebut. Maka kesamaan ras dan kebudayaan bukanlah faktor yang mempersatukan mereka dalam demontrasi.
Sekalipun ada yang menafsirkan bahwa keputusan Presiden Trump tersebut dialamatkan pada kaum muslim, para demonstran yang protes keputusan presiden ini adalah penganut dari beberapa agama. Selain kaum muslim dan muslimat, ada juga peserta demonstran yang beragama Katolik, Kristen Protestan, dan Yahudi. Faktor kesamaan agama bukanlah alasan untuk melawan kebijakan pelarangan immigran dari tujuh Negara masuk ke Amerika. Jadi, sekalipun berbeda agama, mereka dapat bersatu dalam melakukan protes terhadap keputusan presidennya.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keterlibatan mereka dalam demonstrasi tidak didasarkan atas faktor kesamaan asal Negara, kebudayaan, ras, dan agama. Karena kalau hal-hal ini menjadi pendorongnya, dapat dipastikan bahwa hanya sedikit orang yang melawan keputusan Trump. Demonstrasi pun tidak mendapatkan perhatian dan publikasi secara luas. Solidaritas mereka akan bercorak parsial karena hanya membantu orang-orang yang sama latarbelakanganya.
Dasar Kemanusiaan
Satu faktor yang menggerakkan dan mempersatukan mereka dalam demonstrasi adalah kemanusiaan. Ribuan orang – entah apapun latarbelakangnya – dapat bersatu melawan kebijakan Trump karena dan demi kemanusiaan. Mereka secara bersama membela kemanusiaan. Demonstrasinya bukan aksi bela Negara asal, atau kebudayaan tertentu, atau ras tertentu, atau agama tertentu, melainkan aksi bela kemanusiaan karena dasar dan tujuan keterlibatan mereka dalam melakukan protes melalui demonstrasi adalah kemanusiaan.
Kemanusiaan dapat mempersatukan, memungkinkan orang bersikap inklusif, bekerjasama, dan bertindak bersama. Tetapi penekanan yang berlebihan pada faktor agama, ras, dan kebudayaan dapat membuat orang bersikap eksklusif, membangun tembok-tembok pemisah, dan memecah-belah masyarakat.
Kita boleh saja melakukan protes terhadap kebijakan Presiden Trump dan mendukung tuntutan para demonstran di Amerika. Tetapi, kalau protes dilakukan karena dan demi agama tertentu, atau ras dan kebudayaan tertentu, maka kita didorong oleh kesamaan latarbelakang tertentu. Karena itu, solidaritas kita bersifat eksklusif dan parsial, dan tidak sejati. Motivasi keterlibatan kita dangkal sehingga kita menyatakan solider dengan mereka yang mempunyai latarbelakang yang sama dengan kita dan akan mengabaikan para korban yang berbeda agama, ras, dan suku dengan kita.
Kita tahu bahwa para korban yang menderita karena konflik kekerasan – seperti yang masih terjadi pada tujuh Negara yang disebutkan Trump –mendambakan perdamaian yang merupakan hasrat terdalam dari setiap dan semua orang. Mereka berada dalam posisi yang lemah dan tidak berdaya untuk mencicipi perdamaian dengan kemampuan dan usaha mereka sendiri. Oleh sebab itu kita bersolider dengan mereka, pertama-tama bukan karena kesamaan latarbelakang melainkan karena kesamaan martabat dan derajat kemanusiaan. Solidaritas kita sejatinya didasarkan atas dan demi kemanusiaan.
Atas dasar kemanusiaan ini, kita membuka hati untuk semua orang, bersikap inklusif, bekerjasama, dan bekerja bersama, dalam menyatakan solidaritas. Sekalipun berbeda latarbelakang, kita secara bersama dapat memperjuangkan nilai keadilan, persekutuan, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), kasih, kebebasan, kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan, dan pengakuan atas kepelbagaian.
Atas dasar kemanusiaan ini pula, kita dapat berpartisipasi dalam membangun perdamaian dan menyatakan solidaritas dengan semua orang yang menderita, bukan hanya di luar negeri tetapi juga di Indonesia. Kita melindungi dan menghormati sesama warga Indonesia yang berbeda agama, keyakinan, dan kebudayaannya. Berdiri kokoh di atas dasar kemanusiaan, kita – sekalipun berbeda suku, ras, dan agama – dapat bersatu dan bersama-sama membantu para korban bencana alam dan konflik kekerasan, serta membangun dan mengembangkan keutuhan bangsa.
Neles Tebay adalah pengajar pada STF Fajar Timur di Abepura dan anggota Dewan Pengurus Yayasan TIFA di Jakarta.
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...