Publik Diingatkan Tak Euforia Terhadap Sosok Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar tidak euforia terhadap pencapresan Joko Widodo, seperti halnya pemilu 2004 dan 2009, yang saat itu publik terbius dengan figur Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kita belajar pada pemilu tahun 2004 dan 2009 yang kelihatannya berkilau tetapi hasilnya seperti ini, kena juga kita. Ini juga seperti ini," ujar Hamdi dalam diskusi bertajuk "Mencari Tokoh Pesaing Jokowi" di Jakarta, Rabu (26/2).
Menurut dia, munculnya figur pemimpin nasional yang hanya sebatas euforia kepada Jokowi dapat menimbulkan proses demokrasi tidak berjalan dengan sehat.
"Maka, kita lansir nama-nama pemimpin nasional sehingga demokrasi akan menjadi sehat. Harusnya kita tidak cepat puas melihat kemilau ini. Gawat juga kita, apa betul (Jokowi) ini yang terbaik? Buka kemungkinan-kemungkinan, jangan takut, itulah demokrasi yang sehat," kata pengagas Komunike Bersama Peduli Indonesia (KBPI).
Sebelumnya, Komunike Bersama Peduli Indonesia (KBPI) menantang 19 tokoh dari penggerak sosial, pemimpin bisnis, birokrat, hingga intelektual untuk menjadi calon pemimpin nasional.
Mereka itu antara lain Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung), Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng), Suyoto (Bupati Bojonegoro), dan Rustriningsih (mantan Wagub Jateng).
Dari kalangan pebisnis, yaitu Dr. Tahir (Founder Mayapada), Agung Prasetyo (CEO Kompas Gramedia), Chairul Tanjung (CEO Trans Corp), Beti Alisyahbana (ex-CEO IBM Asia Pasifik), Emirsyah Satar (CEO Garuda), Ignatius Jonan (CEO KAI), Sudhamex (CEO Garuda Food), dan Sri Mulyani (Direksi Word Bank).
Dari pegiat sosial, yakni Jusuf Kalla (mantan Wapres/Ketua PMI), Tri Mumpuni (wairausaha sosial), Khofifah Indar Parawansa (Ketua Umum PP Muslimat NU), serta dari intelektual, seperti Imam Prasodjo, Faisal Basri, dan Onno Purbo (akademisi).
Ke-19 tokoh yang masuk dalam radar KBPI dianggap telah memenuhi standar kompetensi, kapabilitas, dan integritas untuk bersedia maju dalam ajang seleksi kepemimpinan nasional sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PAN Drajad Wibowo mengaku bahwa pihaknya tengah mencermati kemungkinan skenario pencapresan dalam Pemilu 2014.
Menurut dia, partai yang yang mencapai 20 persen sebagai syarat mencalonkan presiden hanya Golkar dan PDIP. PAN juga mengandalkan survei internal, yaitu per dapil dengan samplingnya ada seribu lebih.
"Jadi, kira-kira yang memungkinkan jadi gerbong terbesar PDIP dan Golkar. Akan tetapi, ini juga belum pasti. Bagi Pak Ical, dia akan menang jika lawan tandingnya Bu Mega. Begitu pula Bu Mega, beliau akan menang jika lawan tandingnya Pak Ical. Akan menguntugkan keduanya," paparnya.
Skenario lainnya dengan tiga capres dalam pemilu mendatang, yakni Golkar, PDIP, dan partai menengah. Andaikan Gerindra memperoleh suara paling besar dalam tingkatan partai menengah, sudah dipastikan Prabowo akan maju sebagai capres dan merangkul partai menengah.
Kemungkinan sekenario selanjutnya, kata Drajad, adalah empat capres. Partai menengah, seperti PAN, Gerindra, Hanura, PKB, dan PPP, memiliki suara yang berimbang. Dalam posisi ini, nama Jusuf Kalla akan memiliki peluang yang besar jika betul-betul dicapreskan oleh PKB.
"Kalau partai menengah berimbang banget dan tidak ada yang dominan, saya rasa Pak JK akan punya peluang jika betul PKB mencalonkan Pak JK sebagai capres," jelas Drajad. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...