Puluhan Ribu Warga Israel Unjuk Rasa Menentang Netanyahu
TEL AVIV, SATUHARAPAN.COM – Puluhan ribu warga Israel berunjuk rasa di Tel Aviv untuk menentang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mendesak dilakukannya "perubahan" pada hari Sabtu (7/3).
Demonstrasi besar-besaran itu berlangsung 10 hari menjelang berlangsungnya pemilihan di Israel.
Aksi protes diselenggarakan oleh organisasi akar-rumput Million Hands, yang melancarkan kampanye perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina serta pembentukan negara Palestina.
Polisi mengatakan 25.000 orang mengikuti aksi unjuk rasa yang dipusatkan di Lapangan Yitzhak Rabin di Tel Aviv. Nama lapangan itu sendiri diambil dari nama mantan perdana menteri Israel tersebut. Yitzhak Rabin dibunuh di lokasi itu saat berlangsungnya demonstrasi damai pada 1995.
Ada pun para penyelenggara menyebut para peserta unjuk rasa berjumlah dua kali lipat dari yang diperkirakan polisi.
"Ini adalah demonstrasi oleh para warga negara Israel, yang menuntut perubahan politik, adanya perjanjian perdamaian" antara Israel dan Palestina, kata salah satu penyelenggara, Dror Ben Ami.
"Pemerintah saat ini telah gagal di bidang sosial dan ekonomi dan belum dapat meningkatkan kondisi keamanan --negara sudah rusak," katanya kepada AFP.
Aksi protes menentang Netanyahu itu merupakan yang terbesar menjelang pemilihan pada 17 Maret dan menggambarkan meningkatnya ketidakpuasan terhadap pemerintahannya yang berhaluan sayap kanan.
"Kami berharap (sayap) kiri akan kembali," kata Ben Ami.
Menurut hasil jajak pendapat, partai Netanyahu, Likud, bersaing ketat dengan Persatuan Zionis.
Pemerintahan Netanyahu berikutnya tampaknya tidak akan menekankan perdamaian karena anggota-anggota kabinet saat ini menentang pembentukan negara Palestina.
Mantan kepala badan intelijen Mossad Israel, Meir Dagan, juga bergabung dalam aksi unjuk rasa dan memberikan pidato tajam menentang Netanyahu.
"Israel punya musuh-musuh, tapi saya tidak takut terhadap mereka. Apa yang saya takutkan adalah kepemimpinan negara saat ini," tandasnya.
Sementara itu, pada Minggu (8/3), juru bicara Partai Likud, Tsipi Hotovoli menyatakan bahwa pidato Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada 2009 yang mendukung berdirinya Negara Palestina "tak lagi relevan." Pernyataan resmi dari Partai Likud tersebut membantah para jurnalis Israel yang memberitakan bahwa banyak selebaran di berbagai sinagoga di Israel tentang pidato Netanyahu pada 2009 tersebut.
Pada akhir 2014, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menolak resolusi dua negara Palestina dan Israel, seperti dilaporkan Middle East Monitor (MEMO).
Australia termasuk sama dengan AS sebagai negara yang menolak rancangan resolusi Palestina tersebut. Sementara, negara yang mendukung adalah Rusia, Tiongkok, Prancis, Yordania, Chad, Luxemburg, Argentina dan Chile. Adapun Inggris, Rwanda, Lithuania, Nigeria dan Korea Selatan bersikap abstain.
Rancangan resolusi tentang Palestina diajukan ke Dewan Kemananan PBB oleh Jordania dengan dukungan negara Arab. Resolusi tersebut menyerukan berdirinya negara Palestina di wilayah yang diduduki oleh Israel pada 1967 dengan Al-Quds Timur sebagai ibu kota.
Pernyataan Netanyahu pada 2009 bertolak belakang dengan pernyataan pada akhir 2014 yang mendesak dunia internasional bersikap seperti DK PBB agar menolak resolusi dua negara Palestina.
Pada Juni 2009, Netanyahu menyampaikan dukungannya bagi penyelesaian dua-negara, dengan berdirinya Negara Palestina yang didemiliterisasi berdampingan dengan Israel, dan yang akan mengakui Israel sebagai negara Yahudi. (Ant/wikipedia.org/un.org).
Editor : Eben Ezer Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...