Puskapol UI: KPU Harus Tegas dan Cepat Sikapi Quick Count
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pusat Kajian Politik FISIP UI mendorong KPU harus tegas dan cepat menyikapi kesimpangsiuran hasil perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden akibat perbedaan data lembaga penyelenggara survei /quick count.
"Sebab, KPU adalah lembaga yang memiliki otoritas formal untuk melakukan rekapitulasi suara pemilih dan menentukan pasangan calon terpilih sebagai presiden dan wakil presiden," kata Ketua Puskapol FISIP UI Sri Budi Eko Wardani dalam konferensi pers, Jumat (11/7) di ruang Juwono Sudarsono.
Jarak waktu sekitar 13 hari sejak selesai pemilu hingga pengumuman pada 22 Juli dirasa cukup lama. Namun, menurut UU tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden No 42 tahun 2008, rekapitulasi penghitungan suara dilakukan berjenjang dari kecamatan hingga provinsi dan akhirnya ditetapkan secara nasional.
Proses rekapitulasi dilakukan di 478.685 tempat pemungutan suara (TPS). Menurut jadwal rekapitulasi suara dimulai di tingkat desa/kelurahan oleh panitia pemungutan suara (PPS) pada 10-12 Juli. Tingkat kecamatan—berjumlah 6.980—pada 13-15 Juli. KPU kabupaten/kota pada 16-17 Juli.
Pada tingkat provinsi pada 18-19 Juli. Baru pada KPU pusat dilakukan rekapitulasi secara nasional pada 20-22 Juli. KPU menetapkan secara resmi pasangan calon terpilih pada hari terakhir rekapitulasi.
Sayang, di antara waktu itu telah terjadi simpang siur informasi tentang hasil perolehan suara pasangan calon yang menimbulkan polemik, kebingungan masyarakat, dan berpotensi menimbulkan konflik. Apalagi masing-masing pasangan calon dan lembaga penyelenggara survei/quick count saling mengklaim ketepatan datanya. Hal itu dijadikan basis untuk menyatakan keunggulan pasangan calon yang satu atas lainnya.
Menyikapi perkembangan pasca-pemungutan suara, Pusat Kajian Politik FISIP UI menyatakan:
Pertama, sejak berakhirnya pemungutan suara 9 Juli, KPU belum secara resmi menginformasikan kepada publik tentang tahapan rekap suara pemilih dari TPS hingga nasional.
Kedua, KPU juga perlu menegaskan bahwa hasil Quick Count dan segala bentuk informasi tentang perolehan suara yang tidak dikeluarkan oleh KPU, merupakan sebuah prediksi atau perkiraan.
Ketiga, untuk mengatasi kesimpangsiuran informasi perolehan suara yang saat ini beredar di masyarakat, KPU perlu segera menyampaikan perkembangan proses rekap suara yang sedang berlangsung. Perkembangan informasi proses rekap suara tersebut perlu disampaikan pada setiap jenjang rekap suara, yaitu dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. Artinya, KPU jangan menunda penyampaian informasi ini hingga batas akhir waktu rekap nasional pada 20-22 Juli nanti.
Kelima, meminta kepada kedua pasangan calon untuk menghentikan penyebarluasan perolehan suara dengan sebutan real count melalui saluran informasi publik karena berpotensi menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Selain itu, publikasi real count merupakan sepenuhnya wewenang KPU sebagaimana diatur oleh undang-undang.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...