Putin Teken UU Pembatalan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Selasa (28/2) menandatangani RUU yang secara resmi menangguhkan perjanjian senjata nuklir terakhir yang tersisa dengan Amerika Serikat, di tengah meningkatnya ketegangan dengan Washington atas tindakan Moskow di Ukraina.
Putin telah menyatakan sepekan yang lalu dalam pidato kenegaraannya bahwa Moskow membatalkan partisipasinya dalam perjanjian START Baru 2010. Dia telah menuduh bahwa Rusia tidak dapat menerima inspeksi AS atas situs nuklirnya di bawah pakta tersebut pada saat Washington dan sekutu NATO-nya secara terbuka menyatakan kekalahan Rusia di Ukraina sebagai tujuan mereka.
Kedua majelis parlemen dengan cepat meratifikasi RUU Putin tentang pembatalan pakta tersebut pekan lalu. Pada hari Selasa, Putin menandatanganinya menjadi undang-undang, yang berlaku segera. Dokumen tersebut mengatakan bahwa terserah presiden untuk memutuskan apakah Moskow dapat kembali ke pakta tersebut.
Putin telah menekankan bahwa Moskow tidak menarik diri sama sekali dari pakta tersebut, dan Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan negaranya akan menghormati batasan senjata nuklir yang ditetapkan berdasarkan perjanjian dan terus memberi tahu AS tentang peluncuran uji coba rudal balistik.
Pada hari Senin, seorang pejabat kontrol senjata AS mengkritik keras Rusia karena membatalkan partisipasinya dalam perjanjian tersebut, tetapi mencatat bahwa Washington akan mencoba bekerja sama dengan Moskow untuk melanjutkan implementasinya.
“Rusia sekali lagi menunjukkan kepada dunia bahwa itu bukan kekuatan nuklir yang bertanggung jawab,” kata Bonnie Jenkins, wakil menteri luar negeri AS untuk pengendalian senjata, pada sesi Konferensi Perlucutan Senjata, sebuah forum internasional yang berafiliasi dengan PBB.
Jenkins mengatakan kepada wartawan bahwa AS belum sepenuhnya menilai konsekuensi dari tindakan penangguhan Rusia, tetapi mengatakan: "Kami tidak melihat bukti apa pun bahwa Rusia tidak patuh."
“Kami tetap siap untuk bekerja secara tegas dengan Rusia untuk sepenuhnya mengimplementasikan perjanjian New START,” tambahnya.
New START, yang ditandatangani oleh presiden saat itu Barack Obama dan Dmitry Medvedev pada tahun 2010, membatasi masing-masing negara untuk tidak lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir yang dikerahkan dan 700 rudal dan pembom yang dikerahkan. Perjanjian tersebut membayangkan inspeksi menyeluruh di tempat untuk memverifikasi kepatuhan.
Pemeriksaan telah terbengkalai sejak 2020 karena pandemi COVID-19. Diskusi untuk melanjutkannya seharusnya dilakukan November lalu, tetapi Rusia tiba-tiba membatalkannya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...