Raksasa Farmasi AstraZeneca Sebut Pimpinannya di China Sedang Diselidiki
BEIJING, SATUHARAPAN.COM-Pimpinan divisi raksasa farmasi multinasional, AstraZeneca, di China sedang diselidiki di negara itu, kata perusahaan itu.
Leon Wang, presiden AstraZeneca China, "bekerja sama dengan penyelidikan yang sedang berlangsung oleh otoritas China", kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (30/10).
"Operasi kami di China berlanjut di bawah kepemimpinan Manajer Umum AstraZeneca China saat ini," katanya, seraya menambahkan: "Jika diminta, AstraZeneca akan bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan tersebut."
Kementerian luar negeri China merujuk pertanyaan tentang penyelidikan tersebut kepada "otoritas yang berwenang" pada hari Kamis (31/10), tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
“Pemerintah China menyambut baik perusahaan asing untuk berinvestasi dan berbisnis di China, dan akan menjamin hak dan kepentingan hukum mereka sesuai dengan hukum,” kata juru bicara kementerian Lin Jian dalam jumpa pers rutin di Beijing.
China merupakan pasar utama bagi AstraZeneca, pengembang vaksin COVID-19 yang diberikan secara luas di seluruh dunia selama pandemi virus corona.
Pada bulan September, perusahaan tersebut mengonfirmasi beberapa karyawan sedang diselidiki di China setelah sebuah laporan mengatakan mereka sedang diinterogasi tentang kemungkinan pengumpulan data ilegal dan impor obat-obatan.
Penyelidikan tersebut melibatkan lima karyawan perusahaan saat ini dan sebelumnya -- semuanya berkewarganegaraan China-- dan dipimpin oleh pihak berwenang di kota Shenzhen di selatan, kata Bloomberg.
Satu penyelidikan terkait dengan pengumpulan data pasien oleh perusahaan, yang diduga pihak berwenang mungkin telah melanggar undang-undang privasi China, Bloomberg melaporkan, mengutip orang-orang yang mengetahui situasi tersebut.
Penyelidikan lain terkait dengan impor obat kanker hati yang belum disetujui di China daratan, menurut Bloomberg.
Perusahaan yang berkantor pusat di Inggris Raya ini memiliki 90.000 karyawan di seluruh dunia.
Kelompok industri mengatakan perusahaan global telah menghadapi lingkungan bisnis yang semakin sulit di China dalam beberapa tahun terakhir, dengan alasan kurangnya transparansi mengenai undang-undang data dan penahanan karyawan yang berkepanjangan di negara tersebut. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...