Ratu Denmark Turun Tahta, Inilah Lima Hal Tentang Monarki itu
KOPENHAGEN, SATUHARAPAN.COM-Setelah 52 tahun bertakhta, Ratu Margrethe II dari Denmark akan turun tahta pada hari Minggu (14/1), menyerahkan kekuasaan kepada putra sulungnya Putra Mahkota Frederik, yang akan mengambil nama Frederik X.
Berikut lima hal yang perlu diketahui tentang monarki Denmark:
Warisan Viking
Ini adalah kali kedua seorang penguasa Denmark turun takhta, yang terakhir adalah Erik III hampir sembilan abad yang lalu pada tahun 1146.
Sejak kematian Elizabeth II dari Inggris, Margrethe telah menjadi raja yang paling lama memerintah di Eropa, serta satu-satunya raja perempuan yang tidak mendapatkan gelarnya melalui pernikahan.
Monarki Denmark adalah salah satu monarki tertua di dunia, yang berasal dari Zaman Viking.
Kerajaan ini telah menjadi kerajaan sejak masa pemerintahan Gorm the Old, yang meninggal sekitar tahun 958 dan digantikan oleh putranya Harald Bluetooth, yang namanya dipinjam untuk teknologi nirkabel Bluetooth, dengan simbol penggabungan huruf rune untuk inisial namanya.
Namun, garis keturunan Margrethe II berasal dari Wangsa Glucksburg, cabang dari Wangsa Oldenburg Jerman, yang memerintah Denmark sejak 1448.
Dia tidak akan menjadi ratu jika aturan suksesi tidak diubah pada tahun 1953, ketika dia berusia 13 tahun, untuk memungkinkan perempuan naik takhta.
Seorang Raja Tanpa Mahkota
Fredrik X akan menjadi raja melalui proklamasi dan tidak akan mengenakan mahkota Denmark, yang dipajang di Kastil Rosenborg di Kopenhagen.
Penobatan penuh digantikan dengan pengurapan pada abad ke-17 ketika monarki menjadi turun-temurun, namun ritual tersebut kemudian dihapuskan pada tahun 1849 dengan penerapan konstitusi Denmark.
Bertentangan dengan tradisi monarki Eropa lainnya, penguasa Denmark tidak mengambil sumpah dan tidak ada upacara yang mempertemukan kepala negara dan kepala negara asing.
Minimalisme
Margrethe II berjasa memodernisasi citra monarki selama 52 tahun pemerintahannya, namun ia juga memperketatnya.
Tahun lalu, dia memicu pertengkaran publik di dalam keluarganya sendiri ketika dia mencabut gelar kerajaan dari putra bungsunya, agar mereka “dapat membentuk eksistensi mereka sendiri tanpa dibatasi oleh... afiliasi formal dengan Istana"
Anak-anak dari pasangan berdaulat yang baru akan mempertahankan gelar mereka, tetapi ketika mereka mencapai usia dewasa hanya anak tertua yang akan mempertahankan gelar mereka.
Kepopuleran
Margrethe II mampu memenangkan hati rakyat Denmark dan menyatukan mereka di belakang monarki.
Ketika ia naik takhta pada tahun 1972, hanya 45 persen yang mendukung monarki, dan sisanya percaya bahwa dinasti kerajaan tidak cocok dengan demokrasi modern.
Saat ini, proporsi pendukung monarki telah meningkat hingga lebih dari 80 persen, dan lebih dari 80 persen warga Denmark juga percaya bahwa pengunduran dirinya adalah keputusan yang tepat.
Empat dari lima warga Denmark percaya bahwa raja baru, yang terkenal karena kecintaannya pada olah raga dan memperjuangkan lingkungan, akan menjadi raja yang baik.
Biaya Sederhana
Meskipun memiliki sebagian besar kekuasaan simbolis, raja Denmark juga merupakan kepala negara. Dan setiap tahun pemerintah mengalokasikan uang untuk menjalankan istana kerajaan.
Anggarannya sekarang ditetapkan sebesar 121,4 juta kroner (setara Rp 275 miliar), namun para ahli yakin biaya keluarga kerajaan setidaknya tiga kali lipat jika memperhitungkan biaya pemeliharaan tempat tinggal dan kapal pesiar kerajaan Dannebrog.
Artinya biaya rumah tangga kerajaan bisa mencapai sekitar sembilan euro per tahun untuk setiap warga Denmark. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...