Ratusan Juta Murid Sekolah di Dunia Diliburkan karena Corona
AMERIKA SERIKAT, SATUHARAPAN.COM – UNESCO melaporkan, sebanyak 13 negara telah meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Di Italia, sekolah ditutup hingga pertengahan Maret, sementara Jepang memutuskan untuk menutup sekolah hingga libur musim semi.
Hampir 300 juta siswa di seluruh dunia, harus belajar dari rumah setelah pada Kamis (5/3), Italia meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah karena wabah virus corona.
Ketika virus ini menyebar, negara-negara lain juga telah menerapkan tindakan serupa. UNESCO melaporkan pada Rabu (4/3), sebanyak 13 negara telah meliburkan kegiatan belajar mengajar di seluruh sekolah, berimbas kepada 290,5 juta murid. Sementara 9 negara lainnya hanya menerapkan penutupan yang bersifat lokal.
Ditutupnya sekolah sementara selama krisis wabah Covid-19 bukanlah hal yang baru. Namun, Kepala UNESCO Audrey Azoulay mengatakan, "Skala dunia dan kecepatan akan terganggunya kegiatan pendidikan saat ini tidak tertandingi dan, jika diperpanjang, dapat mengancam hak-hak atas pendidikan."
Italia pada Rabu (4/3) memerintahkan sekolah-sekolah dan universitas-universitas tutup hingga 15 Maret, sebagai respons angka kematian yang terus bertambah mencapai 107 orang, paling mematikan di luar China. Di Prancis, sebanyak 120 sekolah juga telah diliburkan pekan ini.
Korea Selatan sebagai negara kedua setelah China dengan jumlah kasus terbanyak yakni melampaui 6.000 kasus, juga menunda dimulainya tahun ajaran baru hingga 23 Maret mendatang.
Sementara di Jepang, hampir semua sekolah diliburkan, setelah Perdana Menteri Shinzo Abe memutuskan agar kegiatan belajar mengajar ditunda hingga Maret dan libur musim semi. Sekolah-sekolah di Iran juga diliburkan, di mana 92 orang dilaporkan meninggal dunia akibat Covid-19 di negara itu.
Mengancam Perekonomian Global
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn mengatakan, wabah virus corona telah menjadi "pandemi global," yang berarti virus telah menyebar di beberapa wilayah melalui penularan bersifat lokal.
Penularan Covid-19 sekarang dilaporkan meningkat signifikan dibanding yang ada di China, di mana pada Kamis (5/3) ini ada 139 kasus baru dan 31 orang meninggal dunia. Di China sendiri, sedikitnya 3.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 80.000 orang terinfeksi.
Di Eropa barat hingga Asia timur, orang-orang memborong masker, tisu toilet, hand sanitizer di pasar-pasar swalayan dan apotik dalam beberapa pekan terakhir.
Pasar saham juga anjlok karena kekhawatiran resesi, tetapi saham Asia menunjukkan kenaikan pada hari Kamis (5/3) ini setelah lonjakan di Wall Street didukung langkah-langkah stimulus global.
Lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) pun mengimbau seluruh dunia untuk melawan secara maksimal wabah ini. IMF menyediakan dana bantuan $ 50 miliar (Rp705 triliun) bagi negara-negara berpenghasilan rendah, dan negara-negara berkembang untuk melawan epidemi, yang dipandang sebagai "ancaman serius" yang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global di bawah 2,9 persen tahun lalu.
"Di waktu-waktu ketidakpastian... lebih baik melakukan lebih banyak daripada tidak cukup," kata kepala IMF Kristalina Georgieva, sembari menyebut Covid-19 "adalah masalah global yang membutuhkan respons global."
Anggota parlemen Amerika Serikat bahkan telah sepakat untuk mengganggarkan lebih dari $ 8 millar (Rp112 triliun) untuk memerangi wabah Covid-19 di Negeri Paman Sam tersebut.
Upaya Pemerintah
Lebih dari 95.000 orang telah terinfeksi di sekitar 80 negara, dan sedikitnya 3.200 orang meninggal dunia karena Covid-19.
Di California, Gubernur Gavin Newsom mengumumkan, status darurat setelah dilaporkan adanya korban meninggal dunia di negara bagian Amerika Serikat itu. Ini menambah daftar angka kematian di AS menjadi 11 orang. Sebelumnya, sebuah kapal pesiar di lepas pantai California juga melaporkan sejumlah penumpang besarta awaknya menunjukkan gejala Covid-19.
Di Swiss pada Kamis (5/3), seorang wanita berusia 74 tahun dilaporkan meninggal dan menjadi kematian pertama di negara itu, sementara Bosnia mengonfirmasi dua kasus pertamanya.
Italia sendiri telah mengkarantina 50.000 penduduknya di 11 kota. Langkah-langkah baru juga diterapkan termasuk larangan penuh kehadiran supporter di acara olahraga, dan mengimbau orang-orang untuk menghindari salam seperti mencium pipi atau berjabat tangan.
Pemerintah Italia berusaha keras untuk menahan laju penyebaran virus. Perdana Menteri Giuseppe Conte mengatakan Italia sementara mampu menahan penyebaran wabah, tetapi jika ada "peningkatan eksponensial, bukan hanya Italia tetapi negara lain di dunia tidak akan mampu menghadapi situasi."
Media Jepang Yomiuri, melaporkan Jepang akan menutup semua akses masuk orang-orang dari China dan Korea Selatan selama dua minggu, namun belum jelas kapan tindakan tersebut akan berlaku.
Selain itu, Arab Saudi juga telah menutup pelaksanaan ibadah umrah sepanjang tahun 2020, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menimbulkan ketidakpastian atas terselanggaranya ibadah haji tahun ini. (dw.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...