Realistiskah Mendirikan Partai Buruh di Indonesia?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekitar 150.000 buruh diperkirakan akan turun ke jalanan Ibu Kota untuk memperingati Hari Buruh atau May Day 1 Mei 2015.
Mereka akan beraksi di depan Istana Negara sebelum berkumpul di Istora Senayan untuk mendeklarasikan Gerakan Buruh Indonesia (GBI), yang diarahkan menjadi sebuah Partai Buruh.
Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FSBTPI) Ilhamsyah mengatakan, partai itu akan terdiri dari konfederasi, federasi, serikat pekerja dan elemen gerakan rakyat yang lain.
Menanggapi rencana pembentukan Partai Buruh tersebut, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Muradi mengatakan tidak perlu. Sebab, menurut dia, pembentukan Partai Buruh di Tanah Air tidak lantas menjadi sebuah entitas baru.
“Tidak usah, karena dia (Partai Buruh) nantinya juga tidak menjadi entitas baru,” ujar Muradi saat dihubungi satuharapan.com, Jumat (1/5).
Muradi melanjutkan, selain tidak memiliki kultur politik di Indonesia, pembentukan Partai Buruh juga tidak memiliki fokus ideologi dan orientasi politik yang kuat.
“Coba kita lihat di Amerika Serikat, di sana tidak ada Partai Buruh, tapi kepentingan politik mereka masuk dalam Partai Republik dan Partai Demokrat,” tutur salah satu staf pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD itu.
“Begitu juga dengan yang ada di Korea Selatan, di sana justru menjadi organisasi yang memiliki pengaruh besar,” dia menambahkan.
Sedangkan mengenai keberhasilan Partai Buruh di Polandia mengusung Lech Walesa sebagaii presiden, menurut Muradi tidak berhasil. Karena setelah masa jabatan Lech Walesa berakhir, Partai Buruh tidak banyak berbicara lagi.
Begitu juga sejak era reformasi, pascakepemimpinan Presiden RI kedua Soeharto, kata dia, Partai Buruh di Indonesia juga selalu gagal masuk Gedung Parlemen Senayan. “Jadi lebih aman, mereka (buruh) integrasi dengan partai politik yang ada,” ujar Muradi.
Meski begitu, dia menyayangkan keadaan politik di Indonesia, di mana 10 partai politik yang lolos parliamentary threshold pada Pemilu Legislatif 2014 silam, tidak ada yang mengakomodir kepentingan buruh.
Penyebabnya, menurut Muradi, kepentingan buruh tidak mengakar pada partai politik. Sehingga ujung-ujungnya, partai politik hanya membentuk divisi buruh dalam kepengurusannya, lalu menjadikan itu sebagai kepentingan elite semata.
“Misalnya kita ambil dengan Partai Gerindra, buruh masuk ke Partai Gerindra, ini mengherankan. Karena kulturnya berbeda, Gerindra itu partai tentara, padahal buruh dan tentara itu tidak memiliki titik temu yang sama, terutama ketika berbicara kepentingan politik,” ujar Muradi.
Editor : Sabar Subekti
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...