Refleksi Akhir Tahun: Tidak Menyimpan Luka Batin
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Gambarkanlah pengalaman masa lalu (khususnya tahun 2022) yang paling berkesan yang kita ingat. Pengalaman yang berkesan tersebut bisa merupakan pengalaman yang menyenangkan dan membawa sukacita, bisa juga pengalaman yang menyedihkan yang membawa dukacita. Selanjutnya ceritakan pengalaman masa lalu yang menyenangkan atau menyedihkan. Khusus untuk pengalaman yang menyedihkan, siapa yang terlibat dan menyakitimu? Apakah kejadian itu membuat kita terluka? Pengalaman masa lalu yang menyakitkan, bisa melukai kita dan membuat pengalaman itu tersimpan dan sulit dilupakan. Luka batin adalah adanya tekanan yang sangat berat yang diberikan secara terus menerus pada lapisan batin terdalam seseorang (Hardjowono, 2005). Luka ini menjadi suatu akibat dari batin seseorang yang tertekan oleh pengalaman tertentu, bahkan oleh adanya pengalaman traumatik (Bock, 2011).
Kita dipanggil bukan untuk melupakan masa lalu, melainkan berdamai dengan masa lalu dan mengampuni orang-orang yang pernah menyakiti dan melukai kita sehingga terjadi pemulihan dan rekonsiliasi. Terutama jika yang melakukan itu adalah keluarga atau anggota keluarga kita. Masa lalu yang tidak diselesaikan akan berpotensi menghalangi kehidupan kita masa kini dan masa akan datang. Khususnya terkaitan dengan luka batin karena tekanan yang sangat berat ataupun pengalaman traumatik masa lalu. Melalui tulisan ini kita belajar langkah-langkah yang membantu kita untuk tidak mengalami dan menyimpan luka batin dalam kehidupan keluarga, selanjutnya bisa move on melaju di kehidupan tahun 2023 dengan lebih baik dan harmonis dalam relasi, khususnya dalam keluarga dan siapa saja.
Tulus Bukan Modus
LAI memberikan judul Kitab Roma 12 dengan Nasihat untuk hidup dalam kasih. Perikop ini mengajak untuk membangun relasi yang baik dan tulus antara anggota keluarga dan sesama. 12:9 Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. 12:10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Ajakan dan seruan ini ditulis dengan kata Anupokritos artinya kasih itu jangan pura-pura, jangan munafik dan tulus iklhas. Tidak dibuat-buat. Setiap orang yang melukai kita apakah layak untuk menerima kasih kita yang tulus ikhlas?. Sikap yang jelas dalam melakukan yang baik dan menjauhi perbuatan jahat. 12:11 Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. 12:12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.
Kerajinan merupakan kecepatan dan kesungguhan untuk melakukan hal yang baik. Jika dikaitkan dengan pengampunan dan memaafkan orang yang menyakiti dan melukai kita maka kita perlu melakukan dengan cepat dan sungguh-sungguh mengampuni. Pengampunan tersebut ditempatkan dalam kasih yang tulus iklhas tanpa ada kepura-puraan atau dibuat-buat. Kita juga perlu mengakui dengan jujur seandainya kita belum sanggup mengampuni. Kita dipanggil untuk bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan dan bertekun dalam doa.
Membantu Sesama
12:13 Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan. Kata bantuanlah digunakan dengan kata dasar membantu atau kata Koinoneo yang artinya ikut bertanggung jawab untuk membantu, mendapat bagian dari tanggung jawab untuk menolong. Tanggung jawab menolong ini tak dibatasi hanya menolong atau membantu secara material, misalnya memberi barang atau uang, memberi waktu dan tenaga serta sumbangan ide dan pikiran. Jika merefer kepada ayat berikutnya adalah memberi pengampunan dan berkat kepada orang yang kekurangan pengampunan dan kekurangan berkat. Rasa sakit hati bisa melahirkan emosi negatif antara lain mengomel, mengumpat, mengata-ngatai, memaki, bahkan hingga mengutuk. Semua ungkapan negatif yang merusak dan keinginan membalas entah dengan kata-kata maupun tindakan.
12:14 Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! 12:15 Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! 12:16 Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! 12:17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Kita dipanggil untuk memberkati dan bukan mengutuk.
12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Ditulis dengan bahasa Yunani: eureneio yang artinya menciptakan dan membuat situasi dan dan kondisi yang damai, rukun, sejahtera, sehat, makmur. Mengupakan perdamaian membutuhkan kerendahan hati. Sekiranya kita dapat, mampu dan kuat melakukan hiduplah dalam perdamaian dengan sesamamu. Tidak ada gunanya kita menggalang permusuhan, karena adalah lebih baik merajut kebersamaan dan persaudaraan. Tagline semua organisasi modern sekarang juga adalah sinergi dan kolaborasi supaya lebih bisa adaptif menyikapi perubahan.
Belajar Membalas Kejahatan dengan Kebaikan
12:19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. 12:20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. o 12:21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!. Kata pembalasan ditulis dengan kata ekdikeo (ek=keluar, dikeo=kebenaran) yang artinya keluar dari kebenaran. Jadi orang yang membalas dendam adalah orang yang keluar dari kebenaran.
Ada ungkapan bahwa manusia adalah mahkluk pembalas dendam. Maka ada ungkapan juga yang menyatakan “mata ganti mata”, “gigi ganti gigi” yang artinya pembalasan harus setimpal dengan perbuatan. Bahkan ada juga istilah “pembalasan lebih kejam”. Nampaknya nilai-nilai dunia ini yang banyak dihidupi manusia masa kini. Kita tidak dipanggil untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Karena jika kita membalas kejahatan dengan kejahatan akan melahirkan keinginan membalas yang tiada henti dan menjadi lingkaran kekerasan dan kejahatan. Pembalasan adalah hak Tuhan karena pembalasan adalah hak Tuhan. Melalui refleksi ini kita diajarkan untuk mengampuni orang yang pernah melukai dan menyakiti kita, tidak menyimpan dendam kesumat kepada orang lain, melainkan mengampuni. Langkah praktis yang bisa kita lakukan adalah: mengakui dengan jujur jika peristiwa yang menyakitkan dan melukai kita pernah terjadi dan kita alami. Menerima keadaan tersebut sebagai tanggung jawab dan tidak mencari kambing hitam dengan terus menerus menyalahkan orang lain yang menyakiti kita. Menanyakan kepada diri sendiri apakah kita mau disembuhkan dari rasa sakit hati. Mengampuni setiap orang yang terlibat dalam masalah kita dan pernah menyakiti kita. Mengampuni diri sendiri dan Meminta Tuhan dalam doa untuk menolong kita melepaskan pengampunan kepada mereka. Dengan mengampuni, maka kita akan pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.
“Mengampuni "
Ketika Hatiku telah Disakiti
Ajarku Memberi Hati Mengampuni
Ketika Hidupku telah Dihakimi
Ajarku Memberi Hati Mengasihi
Ampuni Bila Kami Tak Mampu Mengampuni
Yang Bersalah Kepada Kami
Seperti Hati bapa Mengampuni
Mengasihi Tiada Pamrih
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...