Reformasi TNI Dinilai Masih Alami Stagnasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Swadaya Masyarakat Imparsial mengatakan, menjelang peringatan HUT TNI ke-69 pada 5 Oktober 2014, reformasi TNI masih mengalami stagnasi, khususnya dalam perbaikan peradilan militer.
"Memasuki 16 tahun masa reformasi, TNI belum mampu mengubah badan peradilannya," kata Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, di Jakarta, Jumat (3/10).
Selama ini peradilan militer menjadi sarana impunitas bagi angota TNI yang melakukan tindak pidana. Kalaupun ada penghukuman terhadap anggota TNI yang melakukan tindak pidana sifatnya sangatlah minimalis seperti dalam kasus pembunuhan tahanan di Lapas Cebongan Sleman.
Ke depan, Imparsial mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk berani mereformasi wajah TNI terkhusus membuatnya setara di hadapan hukum sesuai Pasal 27 ayat 1 junto Pasal 28 d ayat (1) UUD 1945.
Selain itu, perombakan struktur komando teritorial (koter) juga tidak kalah penting untuk diperhatikan Jokowi. Keberadaan koter yang belum berubah semenjak masa lalu menjadikannya rentan disalahgunakan demi kepentingan politik praktis.
"Seperti yang terlihat dalam kasus Babinsa dalam pemilu 2014. Dengan demikian, perlu struktur gelar kekuatan TNI baru yang secara efektif menjalankan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara menggantikan komando teritorial," imbuhnya.
Imparsial juga memandang TNI belum memiliki transparansi dan akuntabilitas terhadap publik, mengingat TNI adalah juga lembaga negara yang dibiayai oleh pajak dari rakyat.
"Hingga sekarang prinsip good governance belum berjalan secara penuh di sektor pertahanan," ujarnya.
Setelah era reformasi, Imparsial menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) belum banyak mengubah TNI selain hanya sekadar UU Disiplin Militer yang tidak urgen untuk disahkan. Presiden Indonensia sebelumnya seperti Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri dinilai lebih berhasil dalam mereformasi TNI.
Oleh karena itu, yang paling konkrit untuk mereformasi TNI, khususnya mereformasi peradilan militer, langkah konkrit pertama yang bisa dilakukan Jokowi adalah mencari figur yang tepat untuk menduduki kursi menteri pertahanan.
Poengky menyampaikan, figur yang tepat untuk mengisi kursi Menhan adalah sipil yang paham betul permasalahan yang ada di tubuh TNI. Tidak hanya itu, tokoh ini juga bukanlah orang yang dengan mudah disetir TNI.
Selama ini, dengan impunitas TNI di hadapan hukum, TNI seakan-akan kebal dan setiap kasus kekerasan dan kejahatan kemanusian seperti insiden Cebongan, kekerasan anggota TNI di Monas, kasus kekerasan militer di Papua dan lain-lain berlalu begitu saja tanpa ada pengadilan yang berani menangani hal tersebut. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...