Regulasi Perumahan Tidak Sinkron dengan Kenyataan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy menyayangkan berbagai regulasi perumahan kerap tidak sinkron dengan kenyataan di lapangan padahal pihaknya telah menyerahkan cetak biru pengembangan sektor perumahan.
"Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ternyata sulit diterapkan di lapangan," kata Eddy Hussy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (27/1).
Menurut dia, berbagai kebijakan yang dikeluarkan otoritas seperti Kementerian Perumahan Rakyat, Bank Indonesia, dan Badan Pertanahan Nasional justru semakin memperlambat pengembang dalam membangun perumahan.
Padahal, ia mengemukakan bahwa REI juga telah menyerahkan cetak biru sektor perumahan pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 akan melengkapinya dengan database perumahan nasional yang valid.
Ketua Umum REI memperkirakan bahwa meski terdapat banyak tekanan, tetapi para pengembang bakal tetap optimistis bahwa pada tahun politik ini sektor perumahan dapat terus positif.
Namun, ia mengakui bahwa kebijakan naiknya suku bunga acuan oleh Bank Indonesia juga membuat perbankan menaikkan suku bunga kredit perumahan rakyat (KPR) sehingga memukul daya beli masyarakat.
Untuk itu, lanjutnya, REI minta Bank Indonesia mengkaji ulang penerapan tersebut atau setidaknya memberikan sejumlah kemudahan bagi pelaku sektor properti agar dapat tumbuh, misalnya dengan penerapan KPR inden (pembeli dapat memiliki rumah dengan kredit meski bangunan fisik masih belum ada).
Sebelumnya, LSM Indonesia Property Watch minta otoritas berwenang mewaspadai potensi peningkatan jumlah KPR macet akibat kenaikan harga properti.
"Pasar properti yang melemah menyusul harga yang naik memang sedikit banyak mengurangi aksi spekulasi jangka pendek yang terjadi 2-3 tahun belakangan ini," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda.
Namun demikian, menurut dia, kondisi pelambatan ekonomi saat ini menambah merosotnya permintaan pada pasar properti.
Ali juga mengingatkan bahwa kenaikan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen dari 5,75 persen dalam kurun waktu yang singkat membuat perbankan mulai menaikkan suku bunga KPR.
"Bayangkan konsumen yang tadinya telah melakukan pembelian dengan suku bunga KPR 8,5 persen `fixed` (tetap) dua tahun, setelah berakhir masa bunga tetap tahun ini, suku bunga melonjak menjadi 12,5 persen `floating` (mengambang). Hal ini tentunya akan menggerus daya beli konsumen yang harus menambah porsi cicilan per bulannya Rp 500 ribu - Rp 1 juta," katanya.
Sementara itu, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengklaim telah fokus guna membantu, terutama masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memiliki rumah layak huni dalam rangka mengatasi permasalahan "backlog" (kekurangan) perumahan di Tanah Air.
"Kemenpera akan terus fokus membantu masyarakat untuk membangun serta memiliki rumah yang layak huni," kata Djan Faridz sambil mencontohkan sejumlah program telah diresmikan seperti hasil pembangunan bedah rumah, sarana MCK komunal serta rumah susun sewa yang dibangun Kemenpera di sejumlah daerah. (Ant)
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...