Rekomendasi Cegah Penularan COVID-19 di Ruangan Tertutup
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Belum lama ini, Pusat Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan virus penyebab COVID-19 dapat menyebar di udara dari orang yang terinfeksi sejauh 1,8 meter pada kondisi di ruangan tertutup.
"Memang ada potensi di ruangan tertutup. Sebelumnya WHO (Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization) sudah bilang atas desakan 239 ilmuwan, memang jelas potensi penularan di ruangan tertutup. Pada ruangan tertutup, orangnya padat, mereka tidak pakai masker," kata praktisi klinis sekaligus relawan COVID-19, dokter Muhamad Fajri Adda'i kepada Antara pada Rabu (7/10).
Kasus pada anggota paduan suara di Skagit County, Washington, Amerika Serikat pada 17 Maret lalu bisa menjadi contoh. Otoritas kesehatan setempat melaporkan sebanyak 61 orang anggota bertemu dalam sebuah ruangan pada 10 Maret untuk latihan paduan suara selama 2,5 jam.
Saat itu, ternyata ada satu orang yang positif COVID-19 namun tak bergejala. Akhirnya, usai latihan, total 32 orang terkonfirmasi positif COVID-19 dan 20 orang lainnya berpeluang mengembangkan gejala COVID-19, sementara delapan orang lainnya negatif COVID-19.
Merujuk pada kasus ini, COVID-19 menyebar pada orang-orang yang berkerumun, tidak menjaga jarak dua meter dan memakai masker saat berada di antara orang lain.
Contoh lainnya, kasus pengunjung di Starbucks Paju, Korea Selatan beberapa waktu lalu. Saat itu, ada 56 orang pelanggan terkena COVID-19, namun empat pegawai di sana negatif.
Setelah ditelusuri, ternyata kebanyakan pelanggan di sana tidak mengenakan masker dan buruknya sirkulasi udara di sana. Sementara pegawai yang negatif COVID-19, saat itu bekerja mengenakan masker.
Menurut CDC, paparan tetesan pernapasan yang mengandung virus SARS-CoV-2 bisa terdiri dari tetesan dan partikel lebih kecil yang dapat tetap tersuspensi di udara dalam jarak lebih dari dua meter dan waktunya bisa berjam-jam.
Berdasarkan hal ini, Fajri mengatakan, memang ada kemungkinan COVID-19 dapat menyebar melalui droplet dan partikel di udara yang terbentuk ketika seseorang yang terkena COVID-19 batuk, bersin, bernyanyi, berbicara, atau bernapas. Namun, secara umum, ruangan tanpa ventilasi yang baik meningkatkan risiko atas kasus tersebut.
"Makanya rekomendasinya, pakai masker, ventilasinya diperbaiki betul, jangan terlalu padat (orang di ruangannya), kalau di ruangan kecil jangan banyak berbicara," kata Fajri.
Menurut dia, penularan utama virus saat ini masih melalui droplet atau partikel yang dikeluarkan saat seseorang bersin, batuk, berbicara atau bahkan bernapas.
Saat seseorang yang positif COVID-19 melakukan kontak dekat dengan orang lain dalam jarak sekitar enam kaki atau dua meter, partikel yang dia keluarkan ini bisa terhirup ke dalam hidung, mulut, saluran udara, dan paru-paru serta menyebabkan infeksi pada orang di sekitarnya.
Tetesan juga bisa jatuh di permukaan dan benda dan berpindah melalui sentuhan. Saat seseorang menyentuh permukaan benda yang terdapat virus penyebab COVID-19, lalu dia menyentuh mulut, hidung, atau mata mereka sendiri, maka dia bisa terkena COVID-19.
Lalu apa rekomendasi dokter saat ini?
Fajri, merujuk pada jurnal Infectious Diseases Society of America (IDSA) Juli lalu mengenai potensi penularan virus SARS CoV-2 di ruangan tertutup, merekomendasikan tersedianya ventilasi yang efektif dan efisien untuk memininalisir resirkulasi udara. Rekomendasi itu ditujukan terutama untuk gedung atau kantor, sekolah, rumah sakit dan rumah jompo.
Selain itu, perlu ada tambahan alat filtrasi udara dengan efisiensi tinggi dan lampu sinar UV dalam suatu ruangan.
Bagaimana dengan menjaga jarak dua meter?
Pakar kesehatan yang merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dokter Vito A. Damay mengatakan, jarak ini masih relevan untuk mengurangi risiko infeksi, karena tidak semua percikan liur dapat bertahan sejauh itu di udara.
"Tapi kembali lagi ada kemungkinan di tempat yang sirkulasi udara tidak baik dan percikan liur sangat halus maka akan lebih lama mengambang di udara dan bisa dihirup orang lain," kata dia.
Hal senada diungkapkan Fajri. Menurut dia, penerapan menjaga jarak dua meter tidak relevan lagi ketika berada di ruangan tertutup, apalagi jika orang-orang di sana tidak memakai masker atau saat mereka berkegiatan banyak berbicara tanpa masker.
"Makanya saya selalu menyarankan, ada kondisi saat kita tidak bisa menjaga jarak," kata dia.
Ia menambahkan, "Konsepnya, orang paham tidak sekedar menjaga jarak tetapi pakai maskernya utama. Misalnya di kereta atau bis, kan tidak selalu orang bisa menjaga jarak dua meter, tapi kalau dia diam dan pakai masker, bagaimana dia bisa menulari, kecil risikonya. Tidak banyak droplet yang dikeluarkan."
Vito mengingatkan pentingnya pemakaian masker terutama saat Anda sulit menerapkan aturan menjaga jarak misalnya di kendaraan umum.
"Kalau pakai masker yang kain tiga lapis apalagi masker bedah maka bersin pun pasti tetap dalam masker air liurnya. Kalau kita sehat dan pakai masker maka kemungkinan menghirup udara yang ada unsur partikel liur dan virusnya pun lebih kecil," demikian kata dia.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...