Rekomendasi ITB Upaya Restorasi Sungai Citarum
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM – Kondisi Sungai Citarum sepanjang dua ratus kilometer saat ini tercemar limbah. Sungai yang tercemar limbah akan menurunkan kadar oksigen dalam air sehingga mengganggu biota di dalamnya. Tidak hanya itu, kerusakan kualitas air sungai akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan seperti banjir dan juga tanah longsor. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup manusia di sekitarnya.
Untuk itu pada hari Sabtu (20/1/2018), Kodam III Siliwangi mengundang mahasiswa, ormas, ulama, dan instansi dalam rangka Sosialisasi Program Citarum Harum Tahun 2018, di Graha Tirta Siliwangi Bandung.
"Program ini penting untuk menuju Indonesia Emas, bukan Indonesia Cemas. Kita hasilkan mata air, bukan air mata. Dampak pencemaran air sungai ini sama besarnya dengan dampak akibat perang,” kata Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjend TNI Doni Monardo.
Butuh kerja sama dan keterlibatan semua pihak untuk membuat Sungai Citarum menjadi ‘harum’, kata Mayjend Doni yang sebelumnya menjabat Panglima Kodam XVI Pattimura, yang dirilis dari situs itb.ac.id.
Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Kadarsah Suryadi, pada kesempatan itu hadir memenuhi undangan Pangdam III Siliwangi sebagai narasumber. Prof Kadarsah membawakan materi tentang penerapan teknologi ramah lingkungan bagi Sungai Citarum.
Kadarsah mengatakan, limbah industri, limbah domestik atau limbah rumah tangga, serta limbah kotoran ternak juga tinja manusia, dan erusi serta sedimentasi merupakan akar masalah pencemaran air Citarum. Tingkat penurunan mutu air Sungai Citarum akibat limbah tersebut tidak hanya dapat dilihat dari kuantitas air limbah, melainkan juga kualitas air limbah. Limbah industri meskipun kuantitasnya lebih sedikit dibandingkan limbah rumah tangga, kualitas pencemarannya lebih tinggi, sehingga membutuhkan proses yang lebih lama untuk memperbaikinya.
Pakar ITB telah meneliti, membuat dan mengaplikasikan teknologi untuk mengatasi limbah cair dan juga limbah sampah rumah tangga. ITB memiliki dua mesin pengolah bricket yang dapat mengolah sampah rumah tangga dengan kapasitas maksimal masing-masing 25 kilogram dan 100 kilogram setiap hari.
Mesin ini merupakan hasil riset mahasiswa dan dosen dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB. Kemudian pengolahan limbah cair domestik menggunakan Bio-Septik Tank yang sudah diterapkan di kompleks permukiman Dago Pojok.
Di kompleks asrama kampus Jatinangor, ITB juga sudah mengaplikasikan sistem Johkasou dari hasil riset teknik lingkungan. Untuk limbah peternakan, dapat diolah menggunakan teknologi bio-digester yang memproses kotoran ternak atau tinja manusia menjadi biogas. Gas bio ini, tentunya bermanfaat untuk keperluan memasak sebagai pengganti gas elpiji dalam rumah tangga.
Perhatian khusus perlu ditujukan bagi industri yang masih memiliki rapor merah, akibat memproduksi limbah yang tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan baku.
Kadarsah merekomendasikan adanya revitasi IPAL (instalasi pengolahan air limbah) industri melalui konsultasi teknis, modifikasi IPAL, bersama para insinyur dari teknik sipil, teknik lingkungan dan kimia. Pelatihan teknologi produksi bersih bagi industri agar industri tersebut mampu mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse), serta melakukan daur ulang (recycle) sampah industrinya.
Ilmuwan ITB juga telah berhasil mengembangbiakan bakteri pemakan limbah seperti immobilize alive petrophilic bacteria dan immobilized alive aerobic bacteria.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...