Religiusitas Tak Berkaitan dengan Kesehatan Mental
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Psikolog klinis Rena Masri SPsi, MPsi mengatakan banyak masyarakat yang sering salah kaprah dengan masalah kesehatan mental, bahkan banyak yang mengkaitkannya dengan religiusitas.
Kurangnya sifat religius seseorang sering disangkut pautkan dengan masalah kesehatan mental sehingga penderita kurang mendapat penanganan yang maksimal. Sebab penyakit gangguan mental tidak serta-merta muncul akibat seseorang jauh dari agama.
"Religiusitas memang betul mempengaruhi perasaan nyaman, perasaan tenang tapi penyebabnya bukan hanya itu tapi ada tekanan-tekanan tertentu di mana tekanannya itu lebih berat dibandingkan kapasitas kita untuk menghadapi tekanan itu sehingga akhirnya muncul tekanan, depresi dan lainnya. Tapi jadi itu yang masih banyak dan sering muncul di masyarakat," kata Rena dalam "HaloTalks: Pendekatan Kesehatan Holistik untuk Indonesia Sehat", Rabu (11/11).
Rena mengatakan religiusitas merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh seseorang. Akan tetapi, untuk penyembuhan pasien dengan gangguan mental diperlukan seorang ahli untuk membantu dalam konseling dan terapi.
Selain itu, salah kaprah yang sering terjadi pada masalah kesehatan mental adalah masyarakat mendiagnosa sendiri ciri-ciri khusus dari penyakit tersebut tanpa meminta bantuan dari psikolog.
"Kita suka baca-baca sendiri ciri-ciri depresi, OCD (obsessive compulsive disorder), sebenernya ciri-ciri tersebut penting untuk kita melakukan evaluasi diri, observasi diri kalau diagnosa harus ke ahli," ujar Rena.
"Kalau benar depresi, upaya pemulihannya apa supaya tepat, apakah ke psikiater atau psikolog aja. Kalau kita udah mengalami gangguan tertentu coba kita konsultasikan ke psikolog sehingga dilakukan pemeriksaan psikologis sehingga diagnosanya benar bukan dari kita sendiri," kata Rena melanjutkan.
Orang dengan gangguan mental juga bisa produktif seperti masyarakat pada umumnya, hanya saja harus dicari yang sesuai dengan masalah kejiwaannya. Rena mengatakan penting bagi penderita gangguan mental untuk bisa bersosialisasi dengan orang lain.
"Justru mereka yang mengalami gangguan mental harus ada upaya juga untuk bisa produktif, kita carikan yang sesuai dengan keluhannya sehingga tidak menambah tekanan yang terlalu berat. Sosialisasi tetap dapat sehingga pada akhirnya dengan tetap bekerja, tetap produktif akan membantu orang tersebut untuk bisa pulih," kata Rena. (Antara)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...