Reog Gaya Baru: Reog dan Lysistrata
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - "Saya akan membantu menghentikan peperangan agar suami dan warok kalian segera pulang ke rumah, tapi dengan beberapa syarat. Pertama, kalian harus selalu memakai kosmetik terutama lipstick setiap hari. Kedua, mengganti kain-kebaya dengan celana. Ketiga, memakai sepatu." kata Songgolangit kepada gemblak warok Singobarog dan istri prajurit Kelana Sewandana. Dialog antara Dewi Songgolangit dan gemblak-istri prajurit menjadi sebuah babak baru pementasan Reog Ponorogo.
Reog Ponorogo yang selama ini dipentaskan di lapangan terbuka, di tangan sutradara muda Jona Tanama Pramudita direkaulang dalam naskah pementasan dengan mengelaborasi dua naskah cerita rakyat asal Ponorogo berupa Reog dengan cerita dari Yunani Kuno berjudul Lysistrata karya Aristhopanes.
Dengan mogoknya gemblak-istri prajurit, diharapkan akan muncul perdamaian meskipun pertempuran antara Kelana Sewandana dan Singobarong terus berlangsung. Secara cerdik-nakal, Jona menarik garis cerita Lysistrata tentang siasat perdamaian kedalam naskah drama Dewi Songgolangit yang dipentaskan di Auditorium Teater ISI Yogyakarta akhir Desember lalu.
Pementasan diawali dengan sayembara yang diadakan untuk mencari pendamping Dewi Songgolangit, putri Raja Kertajaya dari kerajaan Kediri. Sayembara ini berujung pada pertikaian sengit antara Singobarong dengan Raja Kelana Sewandana. Namun ada sisi lain yang dihadirkan dari kisah ini, yakni kehidupan gemblak dan para istri yang ditinggalkan oleh warok dan para suami mereka yang pergi berperang.
Para istri dan gemblak gelisah dengan suami dan warok yang sibuk berperang. Kemudian mereka bersepakat untuk mendatangi Songgolangit. Songgolangit terkejut dengan kedatangan mereka, kemudian dia meminta agar istri dan gembak membuat pakta perdamaian. Mereka berjanji tidak akan melakukan hubungan dengan suami sampai mereka berhenti berperang. Hal ini akhirnya tidak diindahkan oleh para suami dan warok yang sesungguhnya sangat menginginkan hubungan mereka kembali damai dan baik dengan pada istri dan gemblak mereka.
Peperangan pun tak dapat dihindarkan. Songgolangit kemudian mengutarakan kegelisahannya dengan istri dan gemblak. Dia meyakinkan bahwa istri dan gemblaklah yang paling menderita, lagi pula tidak ada untungnya jika mereka berperang. Warok dan ksatria akhirnya kembali pada istri dan gemblak mereka. Tapi tentu saja, dengan mundurnya para suami dan warok dari medan petempuran tidak membuat pertarungan Kelana Sewandana dan Singobarong terhenti.
Akhirnya Kelana Sewandana memenangkan pertempuran tersebut dan dengan tertatih mengakui kesalahannya, yakni pertempuran yang membuat banyak kerugian bagi masyarakat. Kisah inilah yang mengilhami lahirnya kesenian Reog Ponorogo. Dan ini semua ditujukan untuk menghibur rakyat dengan harapan peristiwa peperangan ini tidak akan terjadi lagi.
Pementasan drama Dewi Songgolangit menjadi menarik ketika mengangkat seni pertunjukan Reog Ponorogo ke atas panggung (stage). Jika selama ini pementasan Reog lebih banyak pada pementasan tari Reog, Jona memasukkan unsur cerita asal mula Reog Ponorogo itu sendiri dalam naskah dramanya sehingga penonton bisa mengetahui asal-usul Reog Ponorogo. Pada titik ini, Jona berhasil membawa cerita Reog yang selama ini lebih banyak didominasi pada pementasan kethoprak semisal Suminten Edan ataupun pementasan Reog Ponorogo dengan kethek oglengnya kedalam sebuah naskah teater berikut koreografinya secara lengkap ke atas panggung. Sesuatu yang jarang dilakukan pementasan Reog.
Kenakalan Jona berlanjut dengan memasukkan unsur modernitas semisal penggunaan celana pendek menggantikan kebaya-kain sarung, pemakaian kosmetik, serta penggunaan sepatu hak tinggi. Penggunaan properti tersebut memacu kreativitas lainnya dengan munculnya tari kreasi baru dari gemblak-istri prajurit di tengah tarian klasik Reog Ponorogo.
Dalam tata panggung, pencahayaan, tata suara, serta pemanfaatan luas panggung secara optimal, pementasan tarian Dhadhak-Merak, Kethek Ogleng, pertempuran para Warok serta Jaran Kepang, di akhir pertempuran antara Kelana Sewandana-Singo Barong dalam sebuah tarian klasik Reog Ponorogo menjadi sebuah tawaran baru: Reog on the stage.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...