RI, Malaysia, Uni Eropa Buat Aturan Deforestasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat membentuk Gugus Tugas Gabungan (JTF) Ad Hoc âââââtentang peraturan deforestasi Uni Eropa (EUDR), setelah ketiga pihak menggelar pertemuan perdana di Jakarta pada Jumat (4/8).
Pertemuan tersebut diketuai bersama oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud, Sekretaris Jenderal Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia Dato’ Mad Zaidi bin Mohd Karli, dan Direktur Diplomasi Hijau dan Multilateralisme Komisi Eropa Astrid Schomaker.
Ketiga pihak mencapai kesepakatan demi kepentingan bersama antara negara produsen dan konsumen produk perkebunan dan kehutanan, demikian pernyataan pers Uni Eropa di Jakarta, Sabtu (5/8).
“JTF Ad Hoc bertujuan mengatasi kekhawatiran yang disampaikan Indonesia dan Malaysia terkait dengan implementasi EUDR, dan untuk mengidentifikasi solusi dan pendekatan praktis yang relevan untuk Implementasi EUDR," kata Uni Eropa.
Gugus tugas itu akan membentuk dialog dan alur kerja yang relevan dipimpin oleh masing-masing pemerintah untuk membangun saling pengertian tentang implementasi peraturan dan aspek intinya, termasuk pembandingan.
Musdhalifah menegaskan pertemuan tersebut diadakan untuk mencapai pemahaman bersama, sedangkan Mad Zaidi menyatakan kerja sama harus dilakukan untuk solusi terbaik lintas sektor.
Schomaker menyebut Indonesia dan Malaysia telah membuat kemajuan dalam mengurangi deforestasi dan menyambut baik berbagi informasi dan klarifikasi tentang peraturan tersebut.
Ketiga pihak juga menyepakati kerangka acuan kerja JTF Ad Hoc, yang mencakup pekerjaan pada isu-isu seperti inklusivitas petani dalam rantai pasokan, skema sertifikasi nasional yang relevan (legalitas lahan dan batas waktu deforestasi), ketertelusuran dari produsen ke konsumen akhir, data ilmiah tentang deforestasi dan hutan degradasi, dan perlindungan data.
JTF Ad Hoc akan menyelesaikan tugasnya akhir 2024 dan kemungkinan diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama.
Komisi Eropa sebelumnya menerapkan kebijakan EUDR yang mewajibkan setiap eksportir melakukan verifikasi untuk menjamin produknya tidak berasal dari aktivitas deforestasi.
Produk ekspor yang menjadi sasaran EUDR adalahb minyak sawit beserta produk turunannya, arang, kakao, kopi, kedelai, daging sapi, kayu, karet, kertas, dan kulit.
Aturan ini bertujuan memastikan konsumsi dan perdagangan produk-produk tersebut tidak turut mendorong penebangan hutan dan perusakan ekosistem. Jika ditemukan adanya pelanggaran, eksportir dikenai denda maksimum 4 persen dari pendapatan yang diperoleh Uni Eropa.
Indonesia memprotes kebijakan EUDR yang dinilai sangat diskriminatif karena akan mempengaruhi perdagangan produk Indonesia yang banyak diekspor ke Uni Eropa, seperti kopi, sawit, lada, coklat, dan karet.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...