RI Masih Kuat Meski Ekonomi Global Melambat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut ekonomi Indonesia masih kuat karena didorong sektor konsumsi dalam negeri meski perkembangan global saat ini melambat.
"Kita lebih banyak tergantung permintaan (demand) di dalam negeri dari pada ekspor. Jadi jangan dicampur aduk, dunia sedang payah jangan dianggap kita juga payah," kata Darmin Nasution di kantornya di Jakarta, Rabu (9/10).
Dengan begitu, ia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini masih di atas lima persen.
Darmin juga menyebut ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Hal itu disebabkan karena peranan ekspor impor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB), lanjut dia, juga tidak terlalu tinggi dibandingkan dua negara tersebut.
Meski begitu, Darmin mengakui perlambatan ekonomi global juga dirasakan Indonesia karena ekspor utama RI adalah China dan Amerika Serikat, dua negara yang saat ini terlibat perang dagang.
Walau dirasakan, Darmin menyebut pengaruhnya tidak terlalu banyak.
"Tidak terlalu banyak (pengaruh), karena kita porsi ekspor impor di dalam ekonomi tidak setinggi Malaysia atau Thailand sehingga, masih bisa bertahan sampai lima persen," imbuh Darmin.
Sementara itu, Darmin menyebut ekspor impor Indonesia yang selama enam bulan terakhir melambat, kini sudah mulai membaik sejak dua bulan lalu.
"Impor itu indikator dari penggunaan bahan baku dan barang modal, karena 90 persen impor kita itu bahan baku dan barang modal," ucap Darmin.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia Januari-Agustus 2019 secara kumulatif mencapai 110,07 miliar dolar AS atau menurun 8,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2018.
Dari perolehan itu, nilai ekspor nonmigas paling besar mencapai 101.480 miliar dolar AS.
Pada periode Januari-Agustus 2019, China menjadi negara tujuan utama ekspor RI dengan nilai mencapai 15.947,9 juta dolar AS atau 15,71 persen.
Posisi kedua diikuti Amerika Serikat dengan nilai 11.513,5 juta dolar AS atau 11,35 persen dan Jepang dengan 9.091,5 juta dolar AS (8,96 persen).
Komoditas utama yang diekspor ke China pada periode tersebut adalah batubara, lignit, dan minyak kelapa sawit.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menilai tren perlambatan ekonomi global sekarang ini bisa dimanfaatkan karena peluang bisnis masih tetap terbuka, meski berada dalam tantangan.
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/10), Thomas menyebut sebagai lembaga promosi investasi, BKPM bertugas untuk terus meyakinkan ekosistem bisnis bahwa peluang investasi tetap terbuka terutama pada sektor teknologi dan digitalisasi.
Menurut dia, lembaga promosi di ASEAN harus terus memperkuat koordinasi dan berintegrasi untuk menanggapi berbagai tantangan globalisasi.
“Lembaga promosi investasi harus menyosialisasikan kepada para investor bahwa perlambatan ekonomi bukanlah sesuatu yang harus kita takuti, tetapi sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang dapat kita manfaatkan atau eksploitasi. Sama seperti di kehidupan nyata, Anda tidak dapat selalu berlari dengan kecepatan tinggi. Terkadang, Anda harus melambat, Anda harus menarik napas, Anda harus pulih,” katanya.
Thomas menyampaikan hal tersebut dalam rangkaian The 16th China-ASEAN Expo (CAEXPO 2019) di Nanning, China, 20-24 September dengan Indonesia mendapat kehormatan menjadi country of honour untuk kedua kalinya.
Delegasi Indonesia dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan didampingi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Kepala BKPM Thomas Lembong.
Thomas menjadi pembicara pada tiga forum terpisah yakni “Roundtable Meeting on Investment Cooperation”, “Indonesia Trade and Investment Forum”, dan “RMB Internationalization and ASEAN Local Currency Settlement Forum”.
Thomas menuturkan dalam lima tahun terakhir terjadi peningkatan ekosistem investasi di Indonesia yang ditandai dengan meningkatnya peringkat ease of doing business.
“Kita dapat tetap optimis akan ada perbaikan-perbaikan iklim investasi setelah Presiden Jokowi mengumumkan susunan kabinet baru yang akan lebih berkomitmen dalam upaya tersebut,” ujarnya.
Selanjutnya, Thomas juga menyampaikan di tengah berkurangnya likuiditas dolar AS, butuh kepemimpinan dari negara anggota ASEAN untuk mulai menggunakan mata uang lain dalam transaksi perdagangan, pariwisata dan investasi.
Ekonomi dunia, menurut dia, sebaiknya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan mulai menggunakan alat transaksi maupun cadangan devisa lainnya seperti euro, yen, poundsterling, dan RMB.
Rangkaian kegiatan CAEXPO 2019 itu diharapkan menjadi salah satu momentum peningkatan hubungan perdagangan, investasi dan pariwisata ke ASEAN khususnya Indonesia.
Saat ini, China merupakan investor terbesar ketiga bagi Indonesia dengan total investasi mencapai 12,1 milliar dolar AS sampai dengan semester I 2019. (ANTARA)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...