RI Masuki Era Mix Varian COVID-19
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan pandemi COVID-19 di Indonesia memasuki era mix varian yang berpotensi dapat melahirkan mutasi super.
"Sejak pertengahan November 2022, saya sudah ingatkan bahwa Subvarian Omicron BN.1 turut berkontribusi dalam peningkatan kasus dalam gelombang pandemi di era mix varian," kata Dicky Budiman yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (9/12).
Ia mengatakan virus corona di Indonesia saat ini dikatakan mix varian sebab berjumlah lebih dari satu varian, di antaranya XBB, BQ.1 berkisar 90 persen, BA.5, dan BN.1 yang terdeteksi sebanyak 20 kasus.
Menurut Dicky, BN.1 memiliki karakter yang lebih cepat menular dan lebih mudah terikat pada reseptor, serta mampu mengelak dari imunitas tubuh.
"Dua faktor ini menyebabkan kenapa SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 berevolusi. Saat keduanya bertemu di subvarian dan dua-duanya efektif, ketika mitigasi kurang, maka reinfeksi yang terjadi virus bereplikasi dan mutasi melahirkan varian yang super," katanya.
Dicky mengatakan hal itu berpotensi menyebabkan keparahan pada pasien yang terinfeksi.
Apapun variannya saat ini, kata Dicky, vaksin masih efektif, tapi masih belum dapat dipastikan keampuhannya dalam mencegah penularan terhadap subvarian yang lebih super.
"Saat ini vaksin yang ada relatif efektif, tapi dalam mencegah penularan semakin menurun," katanya.
Kementerian Kesehatan RI melaporkan subvarian Omicron BN.1 yang terdeteksi di Indonesia hingga Kamis (8/12), berjumlah 20 kasus sejak kali pertama dideteksi di Kepulauan Riau pada 16 September 2022.
Kasus tersebut dilaporkan dari DKI Jakarta sebanyak sembilan kasus, Jawa Tengah lima kasus, Kepulauan Riau tiga kasus, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan masing-masing satu kasus.
BN.1 merupakan sublineage dari BA.2.75 yang menjadi turunan dari varian Omicron dan di dunia, pertama dilaporkan pada akhir Juli 2022 dari India.
Saat ini, kasus BN.1 dilaporkan di Amerika Serikat, Inggris, Austria, Australia, dan India.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat sedang memonitor varian tersebut karena terdapat peningkatan kasus dalam sebulan terakhir.
Proporsi kasus secara global pada sepekan terakhir adalah sebesar 5,1 persen, meningkat dari 4,4 persen dari pekan sebelumnya.
Nadia mengimbau masyarakat untuk tetap patuh pada protokol kesehatan menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan (3M) serta segera mengakses layanan vaksinasi di sentra kesehatan terdekat.
"Tetap percepatan vaksinasi kami lakukan, dan vaksinasi booster masih menjadi syarat perjalanan," katanya.
Ditjen Pajak Jelaskan Tentang Transaksi Uang Elektronik Yang...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, mengklarifikasi ten...