Ribuan Tentara Anak Direkrut di Sudan Selatan
JUBA, SATUHARAPAN.COM – “Pihak-pihak berseteru di Sudan Selatan, sudah menculik lebih dari ribuan tentara anak sebagai pelanggaran terbaru dalam perang saudara selama 18 bulan,” kata organisasi pemantau militer pada Kamis (25/6).
Sejumlah tentara pemberontak melakukan pencarian dari rumah ke rumah, guna mengambil anak berusia minimal 13 tahun di zona perang negara bagian Upper Nile selama dua hari pada bulan Juni, menurut laporan terbaru dari organisasi pemantau The Intergovernmental Authority on Development/ pemantau lembaga antarpemerintah mengenai pembangunan (IGAD) yang beranggota delapan negara Afrika timur.
Pihaknya menuduh komandan milisi terkenal yakni Johnson Olony, seorang mantan jenderal pemerintah dengan rekam jejak memaksa anak-anak untuk bertempur, yang bergabung dengan pasukan pemberontak pada Mei.
Olony melakukan perekrutan paksa sekitar lima ratus hingga seribu remaja, sebagian besar merupakan anak-anak berusia antara 13 hingga 17 tahun, menurut laporan tersebut, seraya menambahkan ratusan anak diambil dalam pencarian rumah ke rumah di desa Kodok dan Wau Shilluk.
“Para remaja kemudian dibawa ke kamp pelatihan,” kata laporan tersebut.
Badan anak-anak PBB memperkirakan, terdapat sedikitnya 13.000 tentara anak yang bertempur di Sudan Selatan dan pada pekan lalu mengatakan, para pemberontak melakukan kejahatan keji terhadap anak-anak.
Perang saudara dimulai pada Desember 2013, saat Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya Riek Machar merencanakan kudeta, ketegangan politik terus meningkat diawali dengan tuduhan terhadap Presiden Salva Kiir sebagai seorang diktator oleh Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan.
Pertempuran melibatkan faksi-faksi yang berseteru di lingkungan Angkatan Bersenjata Sudan Selatan.
Sudan Selatan meraih kemerdekaan pada 2011, setelah rakyat setempat melakukan pemungutan suara dalam referendum pemisahan dari Sudan Utara untuk membentuk negara baru.
Negara miskin yang berpenduduk 12 juta orang itu, dua pertiga penduduknya membutuhkan bantuan, menurut PBB.
Laporan IGAD, juga mengatakan pasukan pemerintah telah sengaja menembaki sekitar 30.000 warga sipil yang berlindung di dasar penjaga perdamaian PBB di ibu kota negara bagian Upper Nile di Malakal pada Mei lalu.
“Jelas bahwa penembakan oleh pasukan pemerintah dilakukan dengan terang-terangan mengabaikan untuk keselamatan warga sipil,” katanya. (AFP/Antara/sg.news.yahoo.com)
Editor: Bayu Probo
Ikuti berita kami di Facebook
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...