Riza Marlon Luncurkan Buku Ular Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia menyimpan kekayaan satwa ular. Dari sekitar 380 jenis ular di Indonesia, sebetulnya hanya delapan persen yang berbisa dan berbahaya bagi manusia.
Celakanya, rasa takut akan ular, ophidiophobia, acap menimbulkan reaksi refleks dengan membunuhnya. Kurangnya pemahaman terhadap ular membuat keragaman jenis ular di Indonesia terancam. Dalam konteks keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem bergantung pada keberadaan jenis-jenis satwa pendukungnya. Hilangnya satu jenis satwa bisa mengganggu keseimbangan tersebut, yang pada akhirnya berdampak buruk bagi manusia.
Pengetahuan (edukasi) tentang ular dan bagaimana seharusnya memperlakukannya, akan melindunginya dari pembunuhan karena ketakutan manusia dan mencegah hilangnya ular sebagai salah satu daya dukung ekosistem.
Minimnya literatur (baca: buku) mengenai ular Indonesia dan keprihatinannya pada kehancuran ekosistem itulah yang mendorong Riza Marlon, fotografer alam liar Indonesia menerbitkan buku Panduan Visual dan Identifikasi Lapangan - 107+ Ular Indonesia, pada penggal akhir Februari lalu. Penerbitan bukunya terlaksana berkat dukungan Yayasan Kehati, The Body Shop Indonesia, dan Gambara Photography.
Dasar pemikiran itu memotivasinya untuk melakukan upaya dokumentasi alam dan satwa liar Indonesia dan membagikan seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat melalui buku. “Melalui buku ini saya menampilkan foto ular yang baik dan ditulis dengan bahasa ilmiah populer. Selama ini, kebanyakan buku tentang ular Indonesia diterbitkan penerbit luar negeri dan ditulis orang asing,” kata Riza, yang berlatar belakang pendidikan biologi, kepada satuharapan.com melalui surat elektronik, akhir pekan ini.
Dalam bukunya, Riza, memberikan informasi visual dari jenis-jenis ular di Indonesia. Buku tersebut juga membahas persepsi tentang ular, tips menghindari gigitan ular, dan pertolongan pertama gigitan ular, yang bermanfaat baik bagi pembaca.
Buku Kedua
Riza memerlukan waktu hingga enam bulan untuk merampungkan pembuatan buku tentang ular ini. “Namun, mengumpulkan foto-fotonya sendiri sudah sekitar 30-an tahun, sejak kuliah. Tentu tidak semata-mata memotret ular dalam kurun waktu tersebut, tetapi memotret satwa liar secara umum. Ular sulit dicari, tetapi kalau tidak dicari lebih sering terlihat,” kata Riza, yang konsisten mendokumentasikan alam dan satwa liar di Indonesia sejak 1990 sampai sekarang.
Kendala terbesarnya, menurut Riza, Indonesia sangat luas dan memiliki berbagai satwa liar (khususnya ular). Menurut literatur, 380 jenis ular di Indonesia tersebar di berbagai daerah dan habitat. “Kendala lain, menyimpan hasil foto yang cukup lama, karena memerlukan perlakuan khusus,” kata Riza, yang karya foto-foto alam liarnya juga diabadikan dalam kalender dan kartu pos.
Bagi Riza, penerbitan buku kali ini merupakan penerbitan buku kedua. Pada 2010, ia menerbitkan coffee table book dengan judul Living Treasures of Indonesia.
“Saya berharap, orang Indonesia dapat lebih kenal dengan salah satu kekayaan keanekaragaman hayatinya, termasuk ular. Supaya kalau kita lebih kenal, akan lebih peduli dan sayang kepada ular, dan tidak akan membunuh ular tanpa alasan kuat. Karena siapa tahu, suatu hari, ular dapat membantu manusia. Karena saya yakin Tuhan menciptakan makhluknya pasti ada fungsinya di alam. Hanya, manusia belum sempat mengetahuinya.
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...