Rizal Ramli: Indonesia Ladang Koruptor
MAKASAR, SATUHARAPAN.COM - Calon Presiden alternatif Rizal Ramli menyebut bahwa Indonesia saat ini menjadi ladang bagi para koruptor mengingat sejumlah kasus yang ditangani KPK terus bermunculan dan menjadi sorotan publik.
"Kasus-kasus korupsi di Indonesia terus bermunculan, mulai dari kasus Century, BLBI, wisma atlet serta kasus SKK Migas pun menjadi sorotan publik. Untuk itu, ke depan diperlukan pemimpin yang berani dan bersih untuk menjadikan Indonesia kuat dan disegani," katanya di Makasar, Minggu (16/2).
Saat bincang-bincang bersama wartawan di salah satu warung kopi di Makassar, Sulawesi Selatan, mantan Menteri Perekonomian dan Keuangan di era Presiden Gusdur ini menyebutkan, semasa dirinya menjabat, kasus korupsi tidak pernah terjadi, sebab bila ada terindikasi langsung dicopot dan digantikan.
"Semasa saya menjabat, banyak sekali permasalahan, namun saya mencoba mencari solusi dan mengganti yang terindikasi berbuat `curang`, peningkatan ekonomi pun terus meningkat dan pendapatan laba negara terus tumbuh, karena pemimpinnya tegas dalam mengambil kebijakan," tegas Penasehat Ekonomi PBB itu.
Mantan Kepala Bulog Pusat ini juga menyindir, bila pemerintahan Presiden Soekarno disebut Orde Lama, dilanjutkan era Soeharto dengan Orde Baru, kemudian BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gusdur), dan Megawati Soekarnoputri masa Orde Reformasi, sedangkan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono disebut sebagai Orde Citra.
Menurut dia, saat ini diketahui hutang negara terus menumpuk sementara hidup rakyat semakin susah dan yang kaya tetap menjadi kaya. "Jadi apabila pemerintahan bagus maka pembangunan tentunya akan merata. Namun pada kenyataannya hidup rakyat kita semakin susah," ucapnya.
Rizal menuturkan, diperlukan pembangunan Orde Kedaulatan sebab selama sembilan tahun terakhir ini negara Indonesia mengalami masa kritis dimana bermunculan kasus-kasus korupsi yang terus mencuat kepermukaan.
"Indonesia butuh pemimpin yang punya `track record` baik dan bersih. Mengapa saya ingin menjadi presiden, karena saya tahu betul penderitaan, sebab saya yatim piatu yang selalu dilecehkan, dan kini telah menjadi `orang`. Saya akan buktikan seorang anak yatim piatu juga bisa menjadi presiden," ucapnya.
Dirinya juga menceritakan pengalaman hidup saat diterima di Kampus Institut Teknologi Bandung, kala itu dirinya tidak punya biaya untuk masuk saat semester pertama, sehingga dirinya terpaksa bekerja menjadi penterjemah bahasa inggris.
"Waktu itu saya bersyukur bisa berbahasa inggris dan menjadi penterjemah buku-buku dari dosen, awalnya beberapa jam, namun karena terbiasa akhinya bisa hanya dalam beberapa menit. Saya pun mendapat honor beserta teman saya yang bisa mengetik cepat, bisa bayar kuliah, makan sampai pacaran," tuturnya.
Saat mahasiswa, lanjut mantan aktivis ini mengatakan, membentuk pergerakan mahasiswa saat itu pemerintahan Presiden Soeharto dan belajar politik sambil mengembangkan pendidikan, namun pada tahun 1978 kampus ITB kemudian diduduki tentara hingga tiga bulan lamanya.
"Saya pernah di penjara karena melawan dan mengktritisi pemerintahan, waktu itu saya di penjara militer selama enam bulan selanjutnya kembali di penjara di Suka Miskin karena dianggap melawan," ujarnya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...