Robot Pembasmi Virus Corona Bersenjata Sinar Ultraviolet Diciptakan di Bandung
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melarang penyemprotan disinfektan ke tubuh guna mematikan virus corona, seperti yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia beberapa waktu lalu.
Melalui akun resminya di media sosial, WHO Indonesia menjelaskan bahaya penyemprotan disinfektan jika mengenai selaput lendir seperti mata dan mulut.
Larangan itu mendorong sejumlah dosen dan mahasiswa Telkom University untuk menciptakan robot pembasmi kuman, sebagai pengganti penyemprotan disinfektan.
Robot bernama Autonomous UVC Mobile Robot atau disingkat AUMR ini, bersenjatakan sinar ultraviolet tipe C atau UVC yang diharapkan dapat membunuh virus penyebab penyakit COVID-19. Sinar UVC itu terpancar dari enam buah lampu yang terpasang di badan robot.
Risnanda Satriatama, manajer riset dan pengembangan robot AUMR, menjelaskan cara kerja robot tersebut.
"Lampu UVC ini memiliki tipe panjang gelombang antara 200 sampai 280 nanometer. Panjang gelombang tersebut dapat membunuh atau mengurangi kemampuan DNA atau RNA dari si virus itu. Maka virus itu tidak akan mereplikasi lagi. Jadi virus itu bisa dibilang terbunuh," kata Risnandar kepada wartawan di Bandung, Yuli Saputra, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, pada Jumat (8/5).
Bagaimanapun, belum ada penelitian yang valid mengenai efektivitas sinar UVC dalam membunuh SARS-Cov2, virus penyebab penyakit COVID-19.
Sinar UVC yang dijadikan senjata pembasmi corona diyakini lebih ramah lingkungan. "Sinar UVC tidak akan meninggalkan bekas bahan kimia setelah sterilisasi, berbeda dengan disinfektan semprot," kata Risnanda.
Tetapi, tidak boleh ada manusia di sekitar robot saat dia beraksi. Sebab, manusia yang terpapar sinar UVC akan mengalami kerusakan kulit dan mata.
Untuk mengoperasikannya secara otomatis dan manual, operator bisa menggunakan pengendali jarak jauh.
Saat beraksi, AUMR akan menyapu setiap jengkal ruangan dengan sinar UVC dalam jangkauan 1-2 meter selama 10 hingga 20 menit. Hal itu sesuai hasil pengujian laboratorium Bioteknologi LIPI pada virus SARS-Cov1 atau virus penyebab penyakit SARS yang satu keluarga dengan SARS-Cov2, penyebab COVID-19.
"Ada beberapa penelitian yang mengatakan kalau sinar UVC dapat membunuh virus SARS-Cov1. Kami menggunakan pendekatan itu karena virus SARS-Cov2 itu memiliki struktur yang sama dengan virus SARS-Cov1, meskipun belum ada penelitian spesifik dalam waktu dekat ini," kata Risnanda.
Robot AUMR mulai diciptakan pada akhir Maret. Sejak awal proses riset hingga prototipe pertama memakan waktu sekitar tiga minggu. Proyek ini juga melibatkan LIPI sebagai pihak yang melakukan pengujian terhadap efektivitas sinar UV tipe C dalam membunuh virus corona.
Dua orang dosen Teknik Elektro Telkom University, Angga Rusdinar dan Irwan Purnama, menjadi innovator Robot AUMR ini. Tapi dalam proses riset dan pengembangannya melibatkan pula sejumlah mahasiswa Teknik Elektro.
Robot ini, menurut penciptanya, 80 persen bermuatan komponen dalam negeri. Dia ditenagai baterai accu yang bertahan selama empat hingga enam jam.
Proses riset dan pengembangannya menghabiskan dana sebesar Rp250 juta. Namun, rencananya, robot ini akan dijual dengan harga di kisaran Rp80 juta hingga 100 juta. Dalam proses produksi secara massal, akan dikelola oleh mahasiswa yang telah mendirikan sebuah perusahaan start up.
"Kapasitas produksi untuk saat ini, kami bisa memproduksi empat sampai lima robot dalam waktu kurang lebih tiga hingga empat minggu," kata Risnanda.
Risnanda menyebutkan, pihaknya masih akan melakukan sejumlah pengembangan pada robot AUMR ini. Salah satunya, memperbaiki manuver robot sehingga bisa bergerak di jalur difabel. Selain itu, tim juga akan memperbaiki sensor otomatis yang memungkinkan penggunaan robot bisa lebih efisien.
Menyusul keberhasilan robot AUMR, tim sedang mengembangkan robot pengantar makanan dan robot dokter yang saat ini masih berwujud prototipe.
"Robot pengantar makanan untuk mengantarkan makanan ke pasien karena kita menggunakan robot untuk mengurangi kontak manusia. Robot dokter ini digunakan untuk dapat memantau kondisi pasiennya tanpa dokter itu masuk ke ruangan isolasi tersebut jadi bisa melakukan pemantauan dari penggunaan robot itu," kata Risnanda.
Kedua robot ini masih dalam tahap riset dan pengembangan, diharapkan dalam beberapa minggu lagi, kedua robot ini akan dirilis.
Tanggapan Rumah Sakit
Sejumlah rumah sakit rujukan COVID -19 telah menguji coba AUMR, yaitu Wisma Atlet, RS Hasan Sadikin, dan RS Pindad Bandung. Wisma Atlet, bahkan sudah memesan sebanyak satu unit Robot AUMR.
Pihak RS Hasan Sadikin pun berminat memakai robot disinfeksi ini. Setelah uji coba dilakukan, RS Hasan Sadikin menilai AUMR memiliki sejumlah manfaat.
"Kami merasa, walaupun belum ada evidence based data-nya terkait dengan yang diujicobakan di kita (RS Hasan Sadikin), tapi secara keseluruhan memang sangat bermanfaat buat kami," kata Direktur Perencanaan Organisasi dan Umum RSHS, Dicky Muhammad Kamaruzaman.
Kamaruzaman menilai, robot AUMR dapat mengurangi keterpaparan petugas kesehatan lingkungan, terutama yang bertugas melakukan sterilisasi dan disinfeksi di ruang-ruang isolasi dan perawatan pasien COVID- 19, yang otomatis menghemat APD (alat pelindung diri) bagi petugas (disinfeksi) saat bertugas di zona merah.
Efektivitas UVC Membunuh Corona
Belum ada penelitian yang valid mengenai efektivitas sinar UVC dalam membunuh virus SARS-Cov2.
Menurut, pakar mikrobiologi Universitas Padjajaran Bandung, Imam Megantara, secara teori, sinar UV adalah salah satu cara physical substance untuk membunuh virus dengan asumsi virus corona mudah dibunuh dalam kondisi suhu, kelembaban, dan hal pendukung lainnya. Hanya saja, Imam menegaskan, efektivitas sinar UVC membunuh corona belum berdasarkan bukti.
"Ketika sinar UVC diintegrasikan dengan sinar lampu, diharapkan dengan mengatur panjang gelombang tertentu dapat membunuh mikroba termasuk virus corona. Hanya untuk memastikan teknologi efisien atau tidak, perlu pembuktian lebih lanjut terutama apakah (sinar UVC) ini, kalaupun tidak mematikan, bisa mengurangi viralload atau jumlah virus di dalam suatu tempat tertentu," kata Imam.
Sementara mengenai pengujian efektivitas sinar UVC yang dilakukan LIPI terhadap SARS-Cov1, dan bukan SARS-Cov2, menurut Imam tidak masalah sebab kedua jenis virus itu masih dalam klaster yang sama.
"Secara prinsip untuk membunuh SARS-Cov1 dan SAR-Cov2 adalah sama, karena tidak banyak yang berubah dari mikrostrukturnya. SARS-Cov1 dan 2 ini berada dalam klaster yang sama," kata Imam yang menjabat sebagai Kepala Divisi Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unpad ini.
Imam menambahkan, virus dalam keluarga corona ini mudah dibunuh, karena struktur yang membangun virus ini tidak terlalu kuat. Menurutnya, tidak perlu bahan-bahan kimia yang keras untuk membunuh virus corona, cukup dengan disinfektan berbasis alkohol dan klorin. (bbc.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...